Soebakir: Di Jepang Jumlah Konsultan Lebih Banyak Dari Pegawai Pajak

Jakarta, RN. Peran konsultan pajak (KP) dalam membantu penerimaan kas negara dari wajib pajak semakin terlihat di perlukan, di negara  berk...

Jakarta, RN.
Peran konsultan pajak (KP) dalam membantu penerimaan kas negara dari wajib pajak semakin terlihat di perlukan, di negara  berkembang yang jumlah wajib pajak terus mengalami peningkatan, selain perlunya system perpajakan yang lebih modern, keberadaan konsultan pajak juga semakin di perlukan sebagai mitra direktorat Jenderal pajak (DJP)  dalam memberikan pendampingan, sosialisasi, pemahaman tentang kewajiban dan Hak para wajib pajak.

Peran KP banyak yang mengatakan tidak bedanya dengan Advokat, KP untuk penerimaan kas negara, Advokat untuk keadilan. Hanya dasar hukum yang saat ini masih membedakan, Advokat memiliki dasar hukum atau Undang-Undang sementara konsultan pajak masih dibawah peraturan menteri (permen).

Berbeda dengan negara yang sukses menjalankan program pajak, sebut saja Jepang, peran konsultan begitu di perhitungkan bahkan sampai jumlah konsultan melebihi jumlah petugas pajak.

Dalam wawancara seusai menerima kunjungan sekaligus seminar bersama konsultan pajak dari Jepang di kantornya Jl. Condet pejaten No.3B pasar minggu Jakarta Selatan, Kamis (13/4/2017), Ketua umum Ikatan konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Mochamad Soebakir menjelaskan tentang peran atau tugas seorang konsultan.

"Tugas konsultan itu tidak mudah karena harus bisa menjadi Mitra Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sekaligus menjadi pembimbing wajib pajak (WP). artinya konsultan harus bisa menjadi penengah, memberikan pemahaman terkait hak dan kewajiban pada wajib pajak", terangnya.

Maksud tidak mudahnya menjadi konsultan pajak  Soebakir jelaskan bahwa menjadi konsultan pajak harus memahami banyaknya jenis sektor pajak berikut peraturannya.

"Ada banyak sektor Perpajakan, ada pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan barang mewah, Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Rokok, Hotel,  Restoran, Hiburan, Reklame dan lainnya. konsultan pajak harus paham tentang aturan itu, yang jumlah aturan dari semua bisa seribu lebih aturan", Jelasnya.

"Dengan sistem self assessment, lanjut Soebakir,  yaitu wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang, banyak Wajib pajak yang tidak mampu untuk melakukannya, maka dari itu para WP menggunakan konsultan pajak untuk membantu dalam melaksanakan kewajibannya", ulasnya.

Ditanya perihal Undang-Undang konsultan pajak yang saat ini mulai ramai di perbincangkan, Soebakir mengatakan jika hal tersebut untuk lebih pada profesionalnya profesi.

"Undang-undang sangat perlu, untuk lebih mantab dalam menjalankan tugas, karena apapun profesinya, pasti membutuhkan dasar hukum tetap sebagai dasar untuk melangkah", urainya.

Soebakir juga memberikan contoh Jepang yang sukses dalam program pajaknya karena peran konsultan pajak.

"Konsultan pajak di Jepang berdiri tahun 1942, tahun 1949 sudah ada undang-undang yang menaunginya. Bahkan, jumlah konsultan pahak ada 75 ribu, sementara petugas pajaknya 58 ribu, lebih banyak konsultannya kan ? Makanya pajak disana sukses. sementara di Indonesia jumlah pegawai pajak ada 36 ribu, jumlah konsultan pajak hanya 3.600 belum ada undang-undang lagi,  ini sangat kurang kalau di bandingkan dengan jumlah wajib pajak", tandasnya.

Demi suksesnya pajak, Soebakir berharap untuk kiranya undang-undang konsultan pajak (UU KP) dapat segera DPR godok dan di sahkan agar konsultan pajak dalam menjalankan profesinya lebih di akui publik karena ada payung hukum yang menaunginya.

"RUU sudah ada, tinggal di godok, di matangkan, semoga segera di Sahkan, di realisasikan, agar keberadaan konsultan pajak semakin dapat di akui dan mantab dalam menjalankan aktivitasnya, karena ada dasar hukumnya", pungkas Soebakir. (Dof)