Depok, RN Idris Abdul Somad Walikota Depok dalam setiap kesempatan selalu membanggakan perihal perolehan predikat wajar tanpa pengecual...
Depok, RN
Idris Abdul Somad Walikota Depok dalam setiap kesempatan selalu membanggakan perihal perolehan predikat wajar tanpa pengecualian dari badan pemeriksa keuangan selama 5 tahun berturut turut, padahal pada kenyataannya sejak Idris Somad memimpin kota Depok dalam kurun waktu 2 tahun berjalan persoalan berbau korupsi masih menghantui pemerintah kota Depok. Itu berarti predikat WTP patut dipertanyakan, apakah sesuai dengan kenyataan? Jika terbukti tidak sesuai dengan kenyataan, apakah pak wali mau menanggung resiko dipermalukan, mau dibawa kemana muka Pak Kiyai..!? Demikian pertanyaan berbagai kalangan masyarakat di Depok. Penyebabnya adalah berbagai persoalan yang tidak berpihak kepada Warga Masyarakat banyak terjadi. Walaupun demikian, walikota depok beserta jajaran tim perumus dan pembuat kebijakan tetap melakukan pencitraan prosedur dan tidak mengutamakan kinerja.
Idris Abdul Somad Walikota Depok dalam setiap kesempatan selalu membanggakan perihal perolehan predikat wajar tanpa pengecualian dari badan pemeriksa keuangan selama 5 tahun berturut turut, padahal pada kenyataannya sejak Idris Somad memimpin kota Depok dalam kurun waktu 2 tahun berjalan persoalan berbau korupsi masih menghantui pemerintah kota Depok. Itu berarti predikat WTP patut dipertanyakan, apakah sesuai dengan kenyataan? Jika terbukti tidak sesuai dengan kenyataan, apakah pak wali mau menanggung resiko dipermalukan, mau dibawa kemana muka Pak Kiyai..!? Demikian pertanyaan berbagai kalangan masyarakat di Depok. Penyebabnya adalah berbagai persoalan yang tidak berpihak kepada Warga Masyarakat banyak terjadi. Walaupun demikian, walikota depok beserta jajaran tim perumus dan pembuat kebijakan tetap melakukan pencitraan prosedur dan tidak mengutamakan kinerja.
3 0PD Jadi Ajang KKN
Pada Dinas Pendidikan, seperti diketahui, persoalan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2017, terkesan carut marut sehingga menimbulkan kegaduhan di kalangan masyarakat Depok seiring dengan pendaftaran peserta didik baru selalu diikuti kasus dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme dalam hal pengadaan buku lks atau modul bernilai milyaran rupiah yang diduga melibatkan oknum lsm, dan oknum anggota DPRD kota Depok. Kegaduhan ini berujung kepada tuntutan agar Kepala Dinas Pendidikan Depok (Mohammad Thamrin) dicopot dan diganti oleh yang berkompeten, meskipun belum tentu semua persoalan yang membuat gaduh dan kental dengan nuansa KKN tidak semata mata kesalahannya.
Kemudian, Peraturan Walikota (PERWA) Depok tentang Penerapan Sistem Satu Arah di Jalan Dewi Sartika, Jalan Nusantara, Jalan Arif Rahman Hakim menuai unjuk rasa kepada Walikota Depok Idris agar mencopot Gandara Budiana dari jabatan Kepala Dinas Perhubungan, karena dinilai tidak mampu bekerja sebagaimana semestinya, bahkan kebijakan system satu arah digugat oleh sebagian masyarakat Depok, saat ini gugatan perdata tersebut telah digelar di Pengadilan Negeri Depok.
Terkait dengan semua persoalan tersebut ditambah dengan persoalan yang lainnya, diantaranya sistem lelang dan penunjukan langsung pada proyek proyek pembangunan ruang kelas baru di sekolah diduga sarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme adapun modusnya adalah meminta komitmen fee sebesar 5% dari pagu anggaran, rinciannya 2,5 % untuk panitia lelang, 2,5% untuk pejabat dinas. Diluar itu pun para kontraktor masih diminta uang sebesar Rp 2 juta dengan alasan untuk membiayai papan nama proyek dan pembuatan buku kontrak. Untuk diketahui di kota Depok, Dinas Perumahan dan Permukiman adalah dinas yang melaksanakan kegiatan phisik pembangunan di dinas manapun.
Kemudian, Peraturan Walikota (PERWA) Depok tentang Penerapan Sistem Satu Arah di Jalan Dewi Sartika, Jalan Nusantara, Jalan Arif Rahman Hakim menuai unjuk rasa kepada Walikota Depok Idris agar mencopot Gandara Budiana dari jabatan Kepala Dinas Perhubungan, karena dinilai tidak mampu bekerja sebagaimana semestinya, bahkan kebijakan system satu arah digugat oleh sebagian masyarakat Depok, saat ini gugatan perdata tersebut telah digelar di Pengadilan Negeri Depok.
Terkait dengan semua persoalan tersebut ditambah dengan persoalan yang lainnya, diantaranya sistem lelang dan penunjukan langsung pada proyek proyek pembangunan ruang kelas baru di sekolah diduga sarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme adapun modusnya adalah meminta komitmen fee sebesar 5% dari pagu anggaran, rinciannya 2,5 % untuk panitia lelang, 2,5% untuk pejabat dinas. Diluar itu pun para kontraktor masih diminta uang sebesar Rp 2 juta dengan alasan untuk membiayai papan nama proyek dan pembuatan buku kontrak. Untuk diketahui di kota Depok, Dinas Perumahan dan Permukiman adalah dinas yang melaksanakan kegiatan phisik pembangunan di dinas manapun.
Tak jauh berbeda dengan Dinas Perumahan dan Permukiman, pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang hampir seluruh proyek peningkatan jalan dan jembatan, atau drainase amat kental dengan modus yang mengarah pada perbuatan korupsi. Contoh konkretnya pada UPT 2 di kelurahan Bojong Pondok Terong ada pekerjaan peningkatan jalan awalnya menggunakan beton sebagai materialnya. Pekerjaan telah selesai dikerjakan hasilnya berdasarkan penelusuran wartawan di lapangan diperoleh fakta, bahwa ada beberapa item pekerjaan yang melanggar spek dan konyolnya saat ini pekerjaan tersebut kini telah di hotmix, apa iya dalam satu tahun anggaran ada dua kali pekerjaan, setelah di gelar pengecoran, barangkali karena malu hasil pekerjaan tidak baik diketahui wartawan maka kontraktor pelaksana punya itikad baik untuk kembali dilakukan pekerjaan kali ini dengan menggelar aspal.
Dalam hal perijinan pun demikian terdapat berbagai masalah yang mengarah pada perbuatan KKN, misalnya pada ijin mendirikan bangunan masih marak dengan pungutan liar, ijin domisili usaha di kelurahan pun demikian. Pada badan keuangan daerah pun demikian. Dalam hal pemakaian kekayaan daerah diduga jadi ajang pungli para pejabat terkait untuk memperkaya diri, yang jadi pertanyaan umum kenapa hal ini dibiarkan saja, padahal sudah berlangsung bertahun tahun, aset daerah di kota Depok diperjualbelikan, sehingga adalah hal yang wajar jika sebagian besar masyarakat Depok mengusulkan agar supaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyadapan dan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kota Depok. (herdian)
COMMENTS