RUU Penyiaran harus Visioner dan Memastikan Keberlangsungan Industri TV Eksisting. Batam, RN Kamar Dagang Indonesia (KADIN Indonesia...
Batam, RN
Kamar Dagang Indonesia (KADIN Indonesia) yang sedang melaksanakan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) di Batam Radison Hotel, Rabu-Kamis (13-14-Desember-2017), membahas perkembangan penggodokan RUU Penyiaran. Sarwoto Atmosutarno mewakili Wakil Ketua Umum (WKU) KADIN Indonesia Bidang Telematika, Penyiaran dan Research meminta DPR dan Pemerintah dalam hal ini Kemkominfo dan KPI untuk memastikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran menjadi Visioner dan disiapkan dengan matang. Sarwoto mengatakan perlu dibuat rencana strategis atau renstra penyiaran untuk 25 tahun kedepan dan blue print digital yang comprehensive yang antara lain mengatur tentang studi keekonomian, ASO, subsidi Set Top Box (STB) standarisasi layanan dan teknologi.
Ketua Komisi Tetap (Komtap) KADIN Indonesia Bidang Penyiaran TV dan Radio, David Fernando Audy menegaskan, RUU Penyiaran harus memberikan kepastian hukum dan menjamin keberlangsungan kegiatan usaha (going concern) dari pelaku industri eksisting. David mengatakan DPR dan Pemerintah harus mempertimbangkan investasi besar dari lembaga penyiaran TV saat ini, yang sudah bersiaran selama belasan bahkan puluhan tahun dengan membuka lapangan kerja bagi puluhan ribu tenaga kerja lokal, dan membuka peluang bagi vendor dan industri pendukung , yang jumlahnya bisa mencapai lebih dari 100,000. David mengatakan Industri TV saat ini menyumbang pendapatan pajak PPN dan PPH yang nilainya mencapai 3-4 triliun setiap tahun. Karena itu KADIN Indonesia berharap agar migrasi dari TV analog ke TV digital dilakukan secara bertahap dan bukan secara disruptif, sesuai dengan kesiapan masyarakat Indonesia.
Selain itu KADIN Indonesia juga berharap Pemerintah dan DPR memperhatikan skala ekonomi dengan jumlah TV yang sudah terlalu banyak, yaitu sekitar 16 TV saat ini, agar tidak ditambah lagi. Hal ini penting agar industri TV di Indonesia yang merupakan kepemilikan lokal, bukan asing, bisa tetap sehat dan mampu bersaing dengan pemain media asing, yang sebenarnya bukan hanya TV content asing , tetapi juga media digital online asing yang rata- rata adalah perusahaan besar dan bermodal kuat. Bila jumlah ijin TV ditambah lebih banyak lagi, sedangkan pasar iklan TV tumbuhnya hanya sedikit dari tahun ketahun,maka TV-TV di Indonesia akan menjadi kecil dan sulit memiliki modal yang kuat untuk membuat konten berkualitas serta menjaga standar kualitas penyiaran yang mampu untuk bersaing dengan media-media asing tersebut.
Komisi Tetap Bagian Penyiaran TV dan Radio juga meminta DPR dan Pemerintah untuk memastikan penyelenggaraan Penyiaran Digital dilaksanakan dengan Teknologi Multiplexing. Penyiaran Digital TV FTA menggunakan sistim Multi Operator Multipleksing yang terdiri dari LPP dan LPS eksisting (system Hybrid) yang telah memiliki ijin multipleksing. Dengan demikian, target Digital Dividen Pemerintah sebesar 112 MHz dapat dipenuhi.
Mengenai Analog Switch Off (ASO), Komtap Bidang Penyiaran TV dan Radio merekomendasikan waktu pelaksanaan ASO ditetapkan secara serentak (sama) dan diberlakukan 5 (lima) tahun setelah cetak biru disahkan. Periode simulcast wajib dilakukan pada saat transisi, hal ini penting untuk persiapan bagi Lembaga Penyiaran (LP) maupun masyarakat untuk menghadapi ASO.
Selain itu, Kontap Bidang Penyiaran TV dan Radio juga mendiskusikan mengenai pemberantasan program siaran ( Piracy) yang dilakukan oleh TV Kabel di Indonesia. KADIN Indonesia meminta Kemkominfo, KPI Pusat dan Daerah , Kepolisian, Kemkumham dan Kejaksaan memprioritaskan agenda pemberantasan pembajakan program siaran (piracy) oleh TV Kabel dan Pemain Over The Top (Asing), dengan pertimbangan :
Semakin meningkatnya TV Kabel yang didentifikasikan bersiaran tanpa izin dan menggunakan satelit asing tanpa landing right (Hak Labuh) serta melakukan redistribusi program siaran tanpa Hak Siar (Pencurian Conten).
Penggunaan Konten oleh OTT asing tanpa izin dan membayar Royalti.
Kondisi ini selain menyebabkan terjadinya iklim persaingan usaha yang tidak sehat, sehingga Industri Lembaga Penyiaran Berlangganan ( LPB) tidak tumbuh dan semakin terpuruk, Pemerintah sendiri
juga sangat dirugikan karena terjadinya penurunan Pendapatan Negara baik dari Pajak maupun dari Pendapatan Negara bukan Pajak (PNBP) seperti biaya BHP Penyiaran dan BHP Frekuensi.
Pelanggaran yang telah dilakukan oleh TV Kabel OTT Asing tersebut sudah masuk dalam pelangganan Pidana. //sumber kadin indonesia 14-Desember-2017.//jbd tob- ros htb//
Ketua Komisi Tetap (Komtap) KADIN Indonesia Bidang Penyiaran TV dan Radio, David Fernando Audy menegaskan, RUU Penyiaran harus memberikan kepastian hukum dan menjamin keberlangsungan kegiatan usaha (going concern) dari pelaku industri eksisting. David mengatakan DPR dan Pemerintah harus mempertimbangkan investasi besar dari lembaga penyiaran TV saat ini, yang sudah bersiaran selama belasan bahkan puluhan tahun dengan membuka lapangan kerja bagi puluhan ribu tenaga kerja lokal, dan membuka peluang bagi vendor dan industri pendukung , yang jumlahnya bisa mencapai lebih dari 100,000. David mengatakan Industri TV saat ini menyumbang pendapatan pajak PPN dan PPH yang nilainya mencapai 3-4 triliun setiap tahun. Karena itu KADIN Indonesia berharap agar migrasi dari TV analog ke TV digital dilakukan secara bertahap dan bukan secara disruptif, sesuai dengan kesiapan masyarakat Indonesia.
Selain itu KADIN Indonesia juga berharap Pemerintah dan DPR memperhatikan skala ekonomi dengan jumlah TV yang sudah terlalu banyak, yaitu sekitar 16 TV saat ini, agar tidak ditambah lagi. Hal ini penting agar industri TV di Indonesia yang merupakan kepemilikan lokal, bukan asing, bisa tetap sehat dan mampu bersaing dengan pemain media asing, yang sebenarnya bukan hanya TV content asing , tetapi juga media digital online asing yang rata- rata adalah perusahaan besar dan bermodal kuat. Bila jumlah ijin TV ditambah lebih banyak lagi, sedangkan pasar iklan TV tumbuhnya hanya sedikit dari tahun ketahun,maka TV-TV di Indonesia akan menjadi kecil dan sulit memiliki modal yang kuat untuk membuat konten berkualitas serta menjaga standar kualitas penyiaran yang mampu untuk bersaing dengan media-media asing tersebut.
Komisi Tetap Bagian Penyiaran TV dan Radio juga meminta DPR dan Pemerintah untuk memastikan penyelenggaraan Penyiaran Digital dilaksanakan dengan Teknologi Multiplexing. Penyiaran Digital TV FTA menggunakan sistim Multi Operator Multipleksing yang terdiri dari LPP dan LPS eksisting (system Hybrid) yang telah memiliki ijin multipleksing. Dengan demikian, target Digital Dividen Pemerintah sebesar 112 MHz dapat dipenuhi.
Mengenai Analog Switch Off (ASO), Komtap Bidang Penyiaran TV dan Radio merekomendasikan waktu pelaksanaan ASO ditetapkan secara serentak (sama) dan diberlakukan 5 (lima) tahun setelah cetak biru disahkan. Periode simulcast wajib dilakukan pada saat transisi, hal ini penting untuk persiapan bagi Lembaga Penyiaran (LP) maupun masyarakat untuk menghadapi ASO.
Selain itu, Kontap Bidang Penyiaran TV dan Radio juga mendiskusikan mengenai pemberantasan program siaran ( Piracy) yang dilakukan oleh TV Kabel di Indonesia. KADIN Indonesia meminta Kemkominfo, KPI Pusat dan Daerah , Kepolisian, Kemkumham dan Kejaksaan memprioritaskan agenda pemberantasan pembajakan program siaran (piracy) oleh TV Kabel dan Pemain Over The Top (Asing), dengan pertimbangan :
Semakin meningkatnya TV Kabel yang didentifikasikan bersiaran tanpa izin dan menggunakan satelit asing tanpa landing right (Hak Labuh) serta melakukan redistribusi program siaran tanpa Hak Siar (Pencurian Conten).
Penggunaan Konten oleh OTT asing tanpa izin dan membayar Royalti.
Kondisi ini selain menyebabkan terjadinya iklim persaingan usaha yang tidak sehat, sehingga Industri Lembaga Penyiaran Berlangganan ( LPB) tidak tumbuh dan semakin terpuruk, Pemerintah sendiri
juga sangat dirugikan karena terjadinya penurunan Pendapatan Negara baik dari Pajak maupun dari Pendapatan Negara bukan Pajak (PNBP) seperti biaya BHP Penyiaran dan BHP Frekuensi.
Pelanggaran yang telah dilakukan oleh TV Kabel OTT Asing tersebut sudah masuk dalam pelangganan Pidana. //sumber kadin indonesia 14-Desember-2017.//jbd tob- ros htb//
COMMENTS