Lingga (Dabo Singkep), RN Terlihat beberap dump truk milik PT III yang beraktivitas di Tanjung Kruing, Desa Marok Kecil. PT Indo Inter...
Lingga (Dabo Singkep), RN
Terlihat beberap dump truk milik PT III yang beraktivitas di Tanjung Kruing, Desa Marok Kecil. PT Indo Inter Intraco (PT III) yang melakukan Aktivitas pertambangan pasir di Tanjung Kruing, Desa Marok Kecil, Kecamatan Singkep Selatan, diduga melanggar Peraturan Menteri ESDM No 34 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pelaksanaan Mineral dan Batu Bara. Yang mana dalam aturan tersebut disebutkan untuk areal pertambangan jaraknya harus lebih dari 150 meter dari bibir pantai.
Namun faktanya, perusahaan tersebut dalam melakukan aktivitasnya persis dipinggir pantai. Selain itu, aktivitas perusahaan tersebut juga melanggar Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kepri yang menyebutkan tidak sedikitpun wilayah di Kabupaten Lingga diperuntukan untuk lokasi pertambangan.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lingga, Junaidi Adjam, yang mendapatkan informasi kalau aktivitas perusahaan tersebut dilakukan tidak jauh dari bibir pantai. Untuk itu, DLH Lingga akan segera melakukan pantauan ke lapangan atas aktivitas pertambangan pasir PT III di Tanjung Kruing, Desa Marok Kecil tersebut.
“Terima kasih informasinya, kami akan segera bentuk tim guna meninjau lansung ke lokasi pertambangan. jika memang tidak sampai 100 meter dari bibir pantai tentu hal ini tidak diperbolehkan,” ungkapnya, kepada awak media, kemarin.
Sesuai UKL/UPL, lanjut Junaidi, aktivitas pertambangan lebih dari 100 meter dari garis pantai. Jika fakta dilapangan ditemukan aktivitas tersebut tidak sesuai UKL/UPL tentu telah menyalahi aturan. Pada saat pembukaan pembukaan lahan tambang, kami pernah meninjau, yang kami ketahui hanya pembuatan jalan untuk aktivitas pengangkutan pasir ke pelabuhan yang menyusuri pantai.
Junaidi menegaskan, jika hasil tinjauan nanti menunjukan bahwa aktivitas pertambangan pasir tidak sesuai ketentuan, pihaknya akan melayangkan surat di Dinas Pertambangan Kepri, agar mengevaluasi izin pertambangan yang dimiliki PT III.
“Izin pertambangan dikeluarkan Distamben Kepri. Kami sifatnya hanya melakukan koordinasi. Keputusan dan wewenang ada di Pemprov Kepri,” terangnya.
Sementara itu dikonfirmasi terpisah, Arbain, Ketua LSM Peduli, mengatakan, aktivitas pertambangan pasir yang secara kasat mata melanggar aturan ini, ironisnya seakan ditutupi oleh aparatur pemerintahan desa dan kecamatan setempat. Dikarenakan lebih enam bulan aktivitas perusahaan tersebut berlangsung, namun pihak kecamatan seolah tidak mengetahuinya. Telah beberapa kali dikonfirmasi Kepala Desa dan Camat setempat mengaku, kalau pihak perusahaan masih melakukan survey lapangan.
“Jika aktivitas ini dibiarkan, akan menjadi justifikasi semua perusahaan tambang pasir yang ingin masuk ke Lingga untuk berbuat hal yang sama. Dari informasi yang kami peroleh ada lima perusahaan pertambangan pasir yang telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat di Lingga. Kami khawatirkan aktivitas tidak dilakukan sesuai prosedur yang ditetapkan pemerintah,” sebutnya kepada awak media, kemarin.
Pantauan beberapa awak media dilapangan, terlihat puluhan dump truck dan belasan cobelco PT III, tengah melakukan aktivitas pertambangan pasir. Pasir-pasir selanjutnya dibawa ke pelabuhan yang telah disiapkan perusahaan untuk selanjutnya dimuat ke atas tongkang.
Selain itu, ada lima puluh pekerja yang berasal dari Jawa dan Sumatera di perusahaan ini. “Kami bekerja dengan dua sistem. Untuk operator alat berat gajinya per jam. Sementara untuk sopir gajinya per trip,” pungkasnya. (R.AG)
Namun faktanya, perusahaan tersebut dalam melakukan aktivitasnya persis dipinggir pantai. Selain itu, aktivitas perusahaan tersebut juga melanggar Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kepri yang menyebutkan tidak sedikitpun wilayah di Kabupaten Lingga diperuntukan untuk lokasi pertambangan.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lingga, Junaidi Adjam, yang mendapatkan informasi kalau aktivitas perusahaan tersebut dilakukan tidak jauh dari bibir pantai. Untuk itu, DLH Lingga akan segera melakukan pantauan ke lapangan atas aktivitas pertambangan pasir PT III di Tanjung Kruing, Desa Marok Kecil tersebut.
“Terima kasih informasinya, kami akan segera bentuk tim guna meninjau lansung ke lokasi pertambangan. jika memang tidak sampai 100 meter dari bibir pantai tentu hal ini tidak diperbolehkan,” ungkapnya, kepada awak media, kemarin.
Sesuai UKL/UPL, lanjut Junaidi, aktivitas pertambangan lebih dari 100 meter dari garis pantai. Jika fakta dilapangan ditemukan aktivitas tersebut tidak sesuai UKL/UPL tentu telah menyalahi aturan. Pada saat pembukaan pembukaan lahan tambang, kami pernah meninjau, yang kami ketahui hanya pembuatan jalan untuk aktivitas pengangkutan pasir ke pelabuhan yang menyusuri pantai.
Junaidi menegaskan, jika hasil tinjauan nanti menunjukan bahwa aktivitas pertambangan pasir tidak sesuai ketentuan, pihaknya akan melayangkan surat di Dinas Pertambangan Kepri, agar mengevaluasi izin pertambangan yang dimiliki PT III.
“Izin pertambangan dikeluarkan Distamben Kepri. Kami sifatnya hanya melakukan koordinasi. Keputusan dan wewenang ada di Pemprov Kepri,” terangnya.
Sementara itu dikonfirmasi terpisah, Arbain, Ketua LSM Peduli, mengatakan, aktivitas pertambangan pasir yang secara kasat mata melanggar aturan ini, ironisnya seakan ditutupi oleh aparatur pemerintahan desa dan kecamatan setempat. Dikarenakan lebih enam bulan aktivitas perusahaan tersebut berlangsung, namun pihak kecamatan seolah tidak mengetahuinya. Telah beberapa kali dikonfirmasi Kepala Desa dan Camat setempat mengaku, kalau pihak perusahaan masih melakukan survey lapangan.
“Jika aktivitas ini dibiarkan, akan menjadi justifikasi semua perusahaan tambang pasir yang ingin masuk ke Lingga untuk berbuat hal yang sama. Dari informasi yang kami peroleh ada lima perusahaan pertambangan pasir yang telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat di Lingga. Kami khawatirkan aktivitas tidak dilakukan sesuai prosedur yang ditetapkan pemerintah,” sebutnya kepada awak media, kemarin.
Pantauan beberapa awak media dilapangan, terlihat puluhan dump truck dan belasan cobelco PT III, tengah melakukan aktivitas pertambangan pasir. Pasir-pasir selanjutnya dibawa ke pelabuhan yang telah disiapkan perusahaan untuk selanjutnya dimuat ke atas tongkang.
Selain itu, ada lima puluh pekerja yang berasal dari Jawa dan Sumatera di perusahaan ini. “Kami bekerja dengan dua sistem. Untuk operator alat berat gajinya per jam. Sementara untuk sopir gajinya per trip,” pungkasnya. (R.AG)
COMMENTS