Istilah bullying di kalangan remaja Indonesia sudah tidak asing lagi. Remaja bisa menjadi pelaku dan sekaligus korban bullying. Apa sebe...
Istilah bullying di kalangan remaja Indonesia sudah tidak asing lagi. Remaja bisa menjadi pelaku dan sekaligus korban bullying. Apa sebenarnya Bullying itu ? Bullying merupakan suatu bentuk perilaku agresif yang diwujudkan dengan perlakuan secara tidak sopan dan penggunaan kekerasan atau paksaan untuk mempengaruhi orang lain, yang dilakukan secara berulang atau berpotensi untuk terulang, dan melibatkan ketidakseimbangan kekuatan dan/atau kekuasaan. Bullying dapat terjadi dalam setiap konteks dimana manusia berinteraksi satu sama lain, seperti: sekolah, keluarga, tempat kerja, rumah, dan lingkungan.
Perilaku bullying dapat berbentuk “verbal“ berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan (baik yang bersifat pribadi maupun rasial), pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, teror, surat-surat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk yang keji dan keliru, gosip dan lain sebagainya. Bullying juga bisa berbentuk “fisik” dengan cara memukul, mencekik, menyikut, meninju, menendang, menggigit, emiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas hingga ke posisi yang menyakitkan, merusak serta menghancurkan barang-barang milik anak yang tertindas.
Bullying secara relasional (pengabaian), digunakan untuk mengasingkan atau menolak seorang teman atau bahkan merusak hubungan persahabatan. Bullying secara relasional adalah pelemahan harga diri si korban secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian atau penghindaran. Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan nafas, bahu yang bergidik, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang kasar. Bullying mencapai puncak kekuatannya di awal masa remaja, saat terjadi perubahan-perubahan fisik, mental, emosional dan seksual.
Ini adalah saat ketika remaja mencoba untuk mengetahui diri mereka dan menyesuaikan diri dengan teman-teman sebaya. Perilaku bullying yang lebih marak adalah Bullying elektronik, bentuk dari perilaku bullying yang dilakukan pelakunya melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet, website, chatting room, e-mail, SMS, WhatsAap dsb. Biasanya untuk meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar dan rekaman video atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan. Bullying jenis ini biasanya dilakukan oleh kelompok remaja yang telah memiliki pemahaman cukup baik terhadap sarana teknologi informasi dan media elektronik lainnya. Faktor penyebab perilaku Bullying dikalangan remaja pada umumnya adalah faktor keluarga. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang agresif dan berlaku kasar akan meniru kebiasaan tersebut dalam kesehariannya. Kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan orangtua kepada anak akan menjadi contoh perilaku, kurangnya kehangatan kasih sayang dan tiadanya dukungan dan pengarahan membuat anak memiliki kesempatan untuk menjadi seorang pelaku bullying.
Sebuah studi membuktikan bahwa perilaku agresif meningkat pada anak yang menyaksikan kekerasan yang dilakukan sang ayah terhadap ibunya. Faktor kepribadian/temperamen, seseorang yang aktif dan impulsif lebih mungkin untuk berlaku bullying dibandingkan orang yang pasif atau pemalu. Dari hasil pengamatan beberapa anak pelaku bullying sebagai jalan untuk mendapatkan popularitas, perhatian, atau memperoleh barang-barang yang diinginkannya. Biasanya mereka takut jika tindakan bullying menimpa diri mereka sehingga mereka mendahului berlaku bullying pada orang lain untuk membentuk citra sebagai pemberani. Meskipun beberapa pelaku bullying merasa tidak suka dengan perbuatan mereka, mereka tidak sungguh-sungguh menyadari akibat perbuatan mereka terhadap orang lain. Faktor sekolah; sebagaimana rendahnya tingkat pengawasan di rumah, rendahnya pengawasan di sekolah berkaitan erat dengan berkembangnya perlaku bullying di kalangan siswa. Pentingnya pengawasan dilakukan terutama di tempat bermain perilaku bullying kerap dilakukan. Penanganan yang tepat dari guru BP/Konselor terhadap peristiwa bullying adalah hal yang penting karena perilaku bullying yang tidak ditangani dengan baik akan meyebabkan kemungkinan perilaku itu terulang.
Dampak yang timbul dari perilaku Bullying di kalangan remaja adalah gangguan Kesehatan Fisik sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk, bibir pecah-pecah, dan sakit dada bahkan bisa berdampak pada kematian. Selain berdampak pada gangguan kesehatan fisik juga bisa mengakibatkan menurunnya kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dan penyesuaian sosial yang buruk, emosi negatif (marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam) tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang emosi-emosi ini dapat berakibat perasaan rendah diri di lingkungan sosial bahwa dirinya tidak berharga, terganggu prestasi akademisnya dengan sengaja membolos tidak masuk sekolah. Yang paling ekstrim dari dampak psikologis ini adalah kemungkinan untuk timbulnya gangguan psikologis pada korban bullying, seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri, dan gejala-gejala gangguan stres pasca-trauma (post-traumatic stress disorder).
Adapun upaya untuk mengatasi maraknya perilaku Bullying di Sekolah adalah menciptakan budaya sekolah yang beratmosfer aman dan nyaman, belajar tanpa rasa takut, melalui pendidikan karakter, menciptakan kebijakan pencegahan bullying di sekolah dengan melibatkan siswa, menciptakan sekolah model penerapan sistem anti-bullying, membangun kesadaran tentang dampak negatif perilaku bullying dan pencegahannya. Pihak sekolah perlu menata lingkungan sekolah yang asri dan hijau sehingga anak didik merasa nyaman. Sekolah harus mendukung kegiatan positif siswa, menyediakan akses pengaduan atau forum dialog antara siswa dan sekolah-konselor, atau orang tua dan sekolah, dan membangun aturan sekolah dan sanksi yang jelas terhadap tindakan bullying, mendeskripsikan kultur sekolah sebagai pola kebisaan penanaman nilai-nilai universal, norma, sikap, menyusun program aksi penanggulangan bullying berdasarkan analisis menyeluruh dan melakukan evaluasi dan pemantauan secara periodik dan berkelanjutan, mereka seyogyanya mendapatkan asuhan dan pendidikan yang menunjang untuk perkembangannya.
Pihak sekolah proaktif dengan membuat program pengajaran keterampilan sosial, problem solving, manajemen konflik, dan pendidikan karakter, guru memantau perubahan sikap dan tingkah laku siswa di dalam maupun di luar kelas, kerjasama yang harmonis dengan guru BK, guru-guru mata pelajaran, serta staf dan karyawan sekolah, orang tua menjalin kerjasama yang baik dengan sekolah untuk tercapainya tujuan pendidikan secara maksimal tanpa adanya tindakan bullying antar pelajar di sekolah. Perilaku bullying yang terjadi di sekolah ini harus dipandang oleh guru, orang tua, dan orang dilingkungan sekolah sebagai masalah yang serius dan melakukan tindakan-tindakan preventiv untuk meminimalisir maraknya perilaku bullying di kalangan remaja, itu sebabnya Pelayanan Bimbingan dan Konseling atau Guru BP/BK di Sekolah perlu ditingkatkan!
COMMENTS