RN- RIAU Duduk saja kita di kantin sejenak. Lepaskan beban yang selama ini dipikul. Kawan kita yang hobi bicara politik tidak sudah-sud...
RN- RIAU Duduk saja kita di kantin sejenak. Lepaskan beban yang selama ini dipikul. Kawan kita yang hobi bicara politik tidak sudah-sudahnya juga mengajak kita bicara, menyinggung permasalahan yang begitu serius. Mulai dari yang kecil sampai kepada yang besar, namun kenapa kita tidak hendak mendengarnya juga. Ada apa dengan kita? Cobalah dengar dan amati barang semenit atau tiga menit, boleh jadi ada hal yang amat serius di sana. Kita ini tengah dihadapkan pada permasalahan yang serius sekali.
Umat Islam, orang-orang kampung kita, saudara-saudra kita, akhir-akhir ini tengah dihadapkan pada permasalahan yang begitu global. Politik kita seakan dibatasi. Ekonomi kita seakan terjajah. Agama kita pun ikut pula. Apalagi ini adalah tahun Politik. Tahun-tahun susah, tahun-tahun penipu, sebab berbagai macam propaganda yang hendak dibungkus agar terlihat magis sudah muncul di layar kaca kita. Tetapi kebiasaan buruk masyarakat kita tidak peduli juga terhadap tahun ini. Dia lebih asyik terhadap dirinya sendiri ketimbang persoalan negara. Kemudian berkomentar, "Hidup saya saja susah."
.
Sikap apatis apalagi tidak mau tahu apakah bangsa ini sakit atau apa. Yang dia tahu hanya "Hidup saya saja susah", itu mesti di buang jauh-jauh sekali. Kalau tidak, mau dibawa ke mana agama dan masa depan bangsa ini? Apakah hendak kita serahkan saja kepada orang yang buruk akal dan budinya? Sehingga agama dan negara ini diurus oleh mereka.
Jika kebiasaan buruk itu tidak kita hilangkan juga dalam diri kita maka jangan salahkan Tuhan jika agama dan bangsa ini terjajah kembali. Itu sudah menjadi hukum sebab akibat. Akibat orang yang tidak hendak makan ia akan sakit. Akibat orang yang tidak hendak belajar dan bekerja dia akan bodoh dan susah selamanya. Akibat orang yang tidak suka bergaul maka dia mati dalam pergaulan masyarakat. Begitu juga orang yang apatis terhadap dunia perpolitikan. Kalau apatis, maka yang akan berkuasa adalah orang yang apatis juga terhadap agama dan bangsa kita.
.
Syaikh Yusuf Al-qardawy dalam kitabnya "Min Fiqh ad-daulah fil Islam" menceritakan kebiasaan buruk kita dalam beragama ialah meninggalkan tanggung jawab agama itu sendiri. Oleh karena itu kebiasaan buruk itu mesti kita buang sejauh-jauhnya. Kebiasaan meninggalkan tanggung jawab agama yakni meninggalkan perkara ekonomi, sosial dan politik. Padahal agama tidak semata-mata ritual belaka. Hal ini sudah menjadi kebiasaan buruk masyarakat kita membiarkan orang buruk yang berpolitik.
.
Kita mesti mengambil langkah dalam hal ini. Karena mahasiswa juga terkesan dan cenderung apatis di era yang katanya reformasi. Padahal ujung tombak agama dan bangsa ini "maju" terdapat pada diri pemuda yang berani turun ke permukaan menerangkan bahwa umat islam mesti berpolitk. Karena segudang kepintaran tidak ada apa-apanya dengan sengenggam kekuasaan untuk menolong agama dan bangsa ini. Sebab kita tidak boleh memungkiri bahwa politik adalah kebutuhan pokok dari dulu sampai sekarang.
.
Islam tidak akan bangkit, dakwahnya pula tidak akan tersebar, dan himbaunnya tidak akan lantang, kecuali bila dia terjun dalam dunia politik. Maka ada seruan yang begitu merawankan hati kita, membuat kita tersadarkan, bahwa kita mesti bersatu dalam menegakkan shalat secara berjamaah dan membangun politik secara berjamaah yang selama ini telah kita abaikan.
.
Peperangan pertama dalam dakwah Islam, kebangkitan Islam, dan pergerakan Islam di zaman sekarang ialah peperangan demi mewujudkan kebebasan berpolitik. Kebebasan dalam arti tidak melampaui batas. Oleh karena itu semua pihak pendukung Islam diminta untuk menyatukan barisan demi mewujudkan kebebasan itu dan mempertahankannya. Kebebasan itu sangat kita butuhkan dan tidak dapat diganti dengan yang lain. Bukankah sekarang kebebasan politik kita seakan dibatasi? Lihatlah di masjid tidak boleh bicara politik, saat ceramah dan khotbah juga tidak boleh. Padahal politik adalah bagian daripada syariat Islam.
.
Banyak saya lihat mahasiswa mengadakan dialog dan diskusi dalam bentuk seminar atau bentuk pertemuan khusus organisasi. Mendiskusikan bahwa politik umat islam sekarang juga begitu, terlihat dibatasi dari berbagai pihak, dan itu menunjukan bahwa sebenarnya ada problem, dan pemerintahan saat ini semakin absurd, tidak jelas arahnya. Menimbulkan pertanyaan yang sangat serius sekali, apakah kebebasan itu masih ada? Jika jawabannya ada, kenapa di masjid tidak boleh bicara politik? Apakah tidak boleh umat Islam berpolitk? Ini mesti diingatkan kembali. Saya teringat pidato Abu Bakar ketika diangkat jadi khalifah, beliau mengatakan dalam pidatonya, "Hadirin sekalian, bila saya berbuat baik, maka dukunglah saya. Bila saya berbuat buruk, maka luruskanlah saya, patuhilah saya, selama saya mematuhi Allah dalam mengurus urusan kalian. Bila saya durhaka kepada Allah, janganlah patuhi saya."
.
Hari ini tidak begitu kesannya. Malah cenderung terbalik pidatonya itu ketika sekarang menjadi penguasa. Bukankah dalam Islam, setiap orang berhak, bahkan berkewajiban untuk menasehati dan meluruskan penguasa bila menyimpang. Memang penguasa tidak lebih hanya seorang dari kaum muslimin, dia tidak terlalu besar untuk dinasehati dan di tegur, dan rakyat juga tidak terlalu kecil untuk menasehati dan menegur. Tetapi yang menjadi problem sekarang adalah penguasa terlalu besar untuk di tegur dan rakyat terlalu kecil untuk menasehati. Sehingga banyak rakyat yang menegur berujung pada jeruji besi.
.
Belajar dari sejarah pengalaman bangsa-bangsa yang lalu, dan kenyataan kaum muslimin mengajarkan kepada kita bahwa meluruskan penyimpangan penguasa bukanlah masalah yang gampang memang, dan rakyat pun tidak lagi punya pedang (senjata) agar mereka mampu meluruskan penyimpangan dengan kekuatan, bahkan semua pedang (senjata) berada di tangan penguasa. Oleh karena itu umat Islam mesti berpolitik setidaknya berpartisipasi dalam dunianya. Pilih pemimpin yang peduli kepada bangsa dan agama ini.
.
Disinilah pentingnya menata nasehat dan evaluasi melalui kekuatan politik. Kita harus menata masalah pemberian nasihat untuk meluruskan penyimpangan penguasa tanpa menghunuskan pedang dan angkat senjata. Yakni disalurkan melalui berbagai "kekuatan politik" tadi yang tidak mungkin dibasmi oleh pemerintah yang berkuasa dengan gampang. Kekuatan politik tersebutlah yang dinamakan partai. Kekuasaan boleh saja menundukan individu atau sekelompok kecil masyarakat dengan kekerasan atau tipu daya, tapi sulit baginya untuk menundukan dan menguasai berbagai jamaah yang besar dan tertata rapih, berakar dalam kehidupan masyarakat, serta mempunyai berbagai sarana untuk mengungkapkan pendapat dan pikirannya.
.
Bila kita ingin tugas amar makruf nahi mungkar mempunyai pengaruh dan kekuatan di zaman sekarang, maka tidak cukup tugas itu hanya diemban oleh individu-individu yang terbatas pengaruh dan kemampuannya. Karena itu, perlu ada pengembangan dan pelaksanaan tugas tersebut. Sehingga dilakukan oleh suatu kekuatan yang mampu menyuruh dan melarang, menegur dan memperingati, dan mampu mengatakan bila disuruh maksiat, "Kami tidak akan mendengar dan mematuhinya."
Berbagai kekuatan politik bersatu padu menghadapi kekuasan yang zalim, lalu menjatuhkannya tanpa kekerasan dan pertumpahan darah. Oleh karena itu mulai dari sekarang umat Islam mesti berpolitik. Mesti berpolitk. Mesti berpolitk. Bangun politik itu melalui shalat subuh, zuhur, 'asar, magrib, dan' isya secara berjamaah
Oleh Apriyawan Mahasiswa Riau
COMMENTS