Jalan Rusak, WIKA Dituding Tak Tanggungjawab

SUMEDANG,RN Pembangunan jalan tol Cisumdawu yang sejatinya bisa menjadi alternatif lalu lintas pengguna jalan dalam prosesnya ternyata masih...

SUMEDANG,RN

Pembangunan jalan tol Cisumdawu yang sejatinya bisa menjadi alternatif lalu lintas pengguna jalan dalam prosesnya ternyata masih banyak menyisakan keluhan-keluhan warga. Salah satunya terjadi di Desa Geleuwing, Kabupaten Sumedang Utara.

Dalam hal ini, warga setempat mengeluhkan buruknya akses jalan yang kerap mereka lintasi. Baik itu untuk kepentingan sosial, ekonomi dan hal lainnya.

Menurut salah seorang warga, pengalihan jalan akibat jalan utama yang sebelumnya amblas di wilayah Bojong Totor karena proses pembangunan jalan tol Cisumdawu oleh PT. WIKA tidak sesuai harapan. Terbukti, jalan tersebut sangat berbatu, penuh kerikil, berdebu dan diperparah dengan kontur tanah yang tidak stabil. Akibatnya, kerap terjadi kecelakaan tunggal, khususnya bagi kendaraan roda dua.

Namun, dengan kondisi jalan parah tersebut, pihak WIKA yang sejatinya bertanggungjawab untuk memperbaiki malah tak peduli dengan keselamatan warga setempat. Mereka tetap saja asik dengan proses pembangunan jalan tol, tanpa sedikitpun tergerak hatinya guna memperbaiki jalan dimaksud. Oleh karena itu, hampir setiap pengguna jalan meminta PT. WIKA tidak tinggal diam dan memperbaiki kerusakan jalan yang diakibatkan oleh proses pembangunan jalan tol Cisumdawu.

"Pokoknya saya tidak mau tahu, dan menuntut PT. WIKA untuk bertanggungjawab atas kerusakan jalan ini. Saya jelas tidak ingin menjadi korban kecelakaan seperti yang pernah terjadi pada para pengguna jalan lainnya," ungkap salah seorang warga yang tidak ingin disebut namanya.

"Apalagi nanti kalau musim hujan tiba, saya yakin kondisi jalan bakal semakin parah dan juga bakal semakin banyak pengendara yang mengalami kecelakaan. Hal ini jelas tidak kami inginkan," pungkasnya.

Hal senada juga diakui Kepala Desa Sirnamulya, Dayat. Dirinya merasa iba terhadap kondisi jalan yang kerap menyengsarakan warganya. Betapa tidak, jalan alternatif yang dipergunakan saat ini selain berkerikil, berdebu dan kontur tanahnya yang jelek juga sempit. Hal ini kerap kali menyulitkan kendaraan roda empat lewat bila kebetulan perewis ( berhadapan).

Bahkan, masih menurut Dayat, dia juga tidak tega ketika ada sebagian masyarakatnya terpaksa berswadaya untuk memperbaiki sebagian ruas jalan hanya karena sering terjadi kecelakaan tunggal. Padahal hal tersebut seharusnya menjadi kewajiban pihak WIKA atau PUPR. Sementara bagi Desa sendiri telah bekerja maksimal. Sebagai contoh, jalan alternatif yang digunakan sekarang merupakan hasil dana Sapras 2020.

Atas rasa ibanya tersebut, pihak Desa sebenarnya telah beberapa kali mengirimkan surat pemberitahuan terhadap PT. WIKA agar membenahi jalan alternatif sebagai konfensasi jalan utama yang amblas akibat operasional pembangunan jalan tol yang dilakukan oleh perusahaan jasa kontruksi nasional tersebut. 

Namun, PT. WIKA bergeming. Pihaknya enggan memberikan bantuan guna pembangunan jalan alternatif lebih baik, dengan alasan hal itu menjadi tanggungjawab PUPR. Pihaknya mengaku hanya sebagai pelaksana di lapangan. Sekalinya mau membantu hanya sekadar pembangunan rabat beton, bukannya hotmik seperti yang diinginkan warga. Dan, itupun tanpa disertai anggaran untuk upah kerja.

"Kalau di rabat beton itu artinya warga dengan waktu yang lama tidak lagi memiliki akses jalan. Inipun percuma, karena untuk upah kerjanya dibebankan kepada Desa. Kalau begitu sama saja bohong," terang Dayat.

Sementara, PUPR sendiri saat dilayangkan surat pemberitahuan dan permohonan bantuan juga tidak begitu menanggapi. Mereka hanya memberikan balasan berupa jawaban lisan terhadap perangkat desa.

"Menurut saya, apa yang dilakukan pihak PUPR ini kurang mengerti etika komunikasi administrasi. Mestinya jika mereka paham, sebuah surat resmi, ya dibalasnya dengan surat resmi lagi, dong. Bukan hanya berupa jawaban lisan saja. Bagi saya, hal ini sama halnya mereka tidak mengindahkan keluh kesah warga di sini," lanjut Dayat.

Kendati begitu, Dayat tidak mau ambil pusing, yang penting bagi dia dan warga masyarakatnya menginginkan jalan yang asalnya bagus atau layak pakai kembali ke semula. Tidak seperti sekarang, sama sekali tidak memenuhi standar kelayakan sebuah jalan yang begitu ramai dilewati para pengguna kendaraan bermotor.

(Aris supriadi)