Beltim, RN Untuk memberdayakan potensi ekonomi lokal, sejumlah ibu-ibu Desa Limbongan Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur (Beltim...
Beltim, RN
Untuk memberdayakan potensi ekonomi lokal, sejumlah ibu-ibu Desa Limbongan Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur (Beltim) mulai mengembangkan tenun songket dan selendang.
Ibu-ibu tersebut sangat antusias menenun songket dan selendang karena merupakan usaha yang baru untuk dikembangkan menjadi songket dan selendang khas Beltim.
Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Beltim, Ny. Susy Yuslih Ihza mengungkapkan rasa bangga atas usaha ibu-ibu desa untuk menenun songket dan selendang menjadi produk khas Beltim.
“Saya bangga melihat ibu-ibu desa Limbongan yang tekun menenun songket dan selendang. Pekerjaan ini tidak mudah karena memerlukan ketekunan, ketelitian dan kesabaran untuk menghasilkan songket yang bagus,” kata Susy saat meninjau para ibu-ibu menenun songket di Desa Limbongan baru-baru ini.
Pihaknya terus mendorong dan membina kelompok perajin penenun songket supaya mandiri dan bisa mengembangkan industri rumah tangga agar songket dan selendang itu menjadi produk khas Belitung Timur.
“Usaha ini menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga guna memenuhi pengeluaran hidup,” ujar istri Bupati Beltim ini.
Adapun bahan baku kain songket tersebut masih mendapatkan bantuan dari pihak desa yakni alat tenun bukan mesin (ATBM) dan benang berwarna-warni dengan desain yang artistik dan dekoratif.
Ibu-ibu tersebut mampu menenun setelah mengikuti serangkaian pelatihan menenun yang dilaksanakan pihak desa. Awalnya dalam proses pembuatan kain tenun ikat ATBM cukup rumit namun ketekunan mereka, menjadi hal yang mudah dilakukan.
“Awalnya sulit menggulung benang, nyambung benang dan membagi benang pakai ATBM tapi kita terus belajar sehingga sekarang sudah bisa buat songket dan kain,” ujar Cici (35).
Ia menjelaskan proses menenun songket diawali dengan memasukkan benang ke dalam sepulan kecil-kecil ke alat yang menyerupai velg sepeda dan diputar dengan tangan. Setelah berbagai tahapan selesai dan pembuatan benang lungsi selesai, selanjutnya dimasukkan ke ATBM dengan proses memasukkan benang lungsi itu ke dalam sisir dan barulah proses tenun dilakukan.
Ia mengharapkan dukungan penuh dari pemerintah desa agar pembinaan kerajinan songket dan selendang ini dapat terus berkesinambungan.
“Harapan kami dapat dukungan dari pemerintah desa sehingga kedepannya kami bisa mandiri dan menjadi target kami yakni menjadikan Limbongan sebagai sentra produksi songket di Beltim,” katanya.
Disisi lain kepala Desa Limbongan Japari mengatakan pihaknya terus mendorong meningkatkan perekonomian rumah tangga melalui berbagai pelatihan dan bantuan.
“Alhamdulillah hasil dari dari pelatihan tenun bulan lalu, sekarang ibu-ibu sudah bisa menenun dan menghasilkan songket dan selendang. Saat ini yang dikembangkan yakni songket kantong semar. Kami juga menginginkan agar pelatihan tenun ini tidak sebatas untuk para ibu desa tapi akan ke para remaja agar mereka mempunyai pengetahuan dan bisa mengembangkannya menjadi industri yang lebih besar,” ungkap Japari. (Andi/ver)
Untuk memberdayakan potensi ekonomi lokal, sejumlah ibu-ibu Desa Limbongan Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur (Beltim) mulai mengembangkan tenun songket dan selendang.
Ibu-ibu tersebut sangat antusias menenun songket dan selendang karena merupakan usaha yang baru untuk dikembangkan menjadi songket dan selendang khas Beltim.
Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Beltim, Ny. Susy Yuslih Ihza mengungkapkan rasa bangga atas usaha ibu-ibu desa untuk menenun songket dan selendang menjadi produk khas Beltim.
“Saya bangga melihat ibu-ibu desa Limbongan yang tekun menenun songket dan selendang. Pekerjaan ini tidak mudah karena memerlukan ketekunan, ketelitian dan kesabaran untuk menghasilkan songket yang bagus,” kata Susy saat meninjau para ibu-ibu menenun songket di Desa Limbongan baru-baru ini.
Pihaknya terus mendorong dan membina kelompok perajin penenun songket supaya mandiri dan bisa mengembangkan industri rumah tangga agar songket dan selendang itu menjadi produk khas Belitung Timur.
“Usaha ini menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga guna memenuhi pengeluaran hidup,” ujar istri Bupati Beltim ini.
Adapun bahan baku kain songket tersebut masih mendapatkan bantuan dari pihak desa yakni alat tenun bukan mesin (ATBM) dan benang berwarna-warni dengan desain yang artistik dan dekoratif.
Ibu-ibu tersebut mampu menenun setelah mengikuti serangkaian pelatihan menenun yang dilaksanakan pihak desa. Awalnya dalam proses pembuatan kain tenun ikat ATBM cukup rumit namun ketekunan mereka, menjadi hal yang mudah dilakukan.
“Awalnya sulit menggulung benang, nyambung benang dan membagi benang pakai ATBM tapi kita terus belajar sehingga sekarang sudah bisa buat songket dan kain,” ujar Cici (35).
Ia menjelaskan proses menenun songket diawali dengan memasukkan benang ke dalam sepulan kecil-kecil ke alat yang menyerupai velg sepeda dan diputar dengan tangan. Setelah berbagai tahapan selesai dan pembuatan benang lungsi selesai, selanjutnya dimasukkan ke ATBM dengan proses memasukkan benang lungsi itu ke dalam sisir dan barulah proses tenun dilakukan.
Ia mengharapkan dukungan penuh dari pemerintah desa agar pembinaan kerajinan songket dan selendang ini dapat terus berkesinambungan.
“Harapan kami dapat dukungan dari pemerintah desa sehingga kedepannya kami bisa mandiri dan menjadi target kami yakni menjadikan Limbongan sebagai sentra produksi songket di Beltim,” katanya.
Disisi lain kepala Desa Limbongan Japari mengatakan pihaknya terus mendorong meningkatkan perekonomian rumah tangga melalui berbagai pelatihan dan bantuan.
“Alhamdulillah hasil dari dari pelatihan tenun bulan lalu, sekarang ibu-ibu sudah bisa menenun dan menghasilkan songket dan selendang. Saat ini yang dikembangkan yakni songket kantong semar. Kami juga menginginkan agar pelatihan tenun ini tidak sebatas untuk para ibu desa tapi akan ke para remaja agar mereka mempunyai pengetahuan dan bisa mengembangkannya menjadi industri yang lebih besar,” ungkap Japari. (Andi/ver)
COMMENTS