Subang, RN Lamat-lamat bacaan Surat Yasin para jamaah mushola di sudut Jalan Kampung Saradan, Pagaden, Subang, Jawa Barat, itu baru saja ra...
Subang, RN
Lamat-lamat bacaan Surat Yasin para jamaah mushola di sudut Jalan Kampung Saradan, Pagaden, Subang, Jawa Barat, itu baru saja rampung. Namun pemandangan ganjil justru nampak di dekat pintu masuk kampung saradan, Di sana ada rumah dipacak dengan lampu kerlap-kerlip, plus hiburan musik dangdut yang dentumannya memekakkan telinga kebetulan malam Jumat, dimana hampir setiap mushola dan masjid kampung di sana rutin diramaikan dengan ritual Yasinan dan tahlil warga. Sebenarnya bukan hanya di kampung itu saja , tapi hampir di setiap sudut kota, umat muslim juga melakukan amalan serupa. Tetapi di balik kekhusyukan warga Kampung Saradan, aroma lendir justru kental menempel di kampung itu.
Saking terkenalnya, jangan heran jika kendaraan berplat (B) (Jabodetabek) menanyakan nama kampung itu, maka mata warga yang melihat terasa penuh curiga. Mereka seperti sudah mafhum, jika si penanya pasti punya hajat buat menyalurkan syahwat. Maklum di kampung itu terdapat prostitusi rumahan berisi para pelacur belia. Usianya dari 16 sampai 20 tahun.
"Kalo nanya kampung sini semua orang udah pada tahu karena banyak kupu-kupu malamnya," kata pelacur belia berinisial (Y) saat berbincang dengan Wartawan Radar Nusantara di sebuah cafe di Kampung Saradan, Kecamatan Pagaden, Jumat malam ( 29/8/2019)
Jalan menuju masuk desanya memang tak ramai. Melintasi areal persawahan dan perumahan warga membuat kampung ini seolah jauh dari ingar bingar gemerlap dunia prostitusi. Apalagi, jaraknya dari Kota Subang terbilang dekat, hanya 20 menit. Namun, di balik teduhnya desa ini para pemburu syahwat sudah mafhum bila setiap rumah di sudut kampung itu menyediakan tempat penyalur syahwat.
Rumah itu di miliki wanita berusia 47 tahun, sedangkan suaminya masih muda, berumur sekitar 28 tahun. "Itu suaminya yang tadi bukain pintu," kata( U) seorang mucikari berusia 49 tahun yang mengantarkan Radar Nusantara ke tempat prostitusi rumahan itu.
Sekilas rumah itu memang biasa saja. Tak terlihat jika di dalamnya biasa digunakan buat praktik prostitusi. Ada dua rumah di tempat prostitusi itu. Rumah pertama berwarna putih bertingkat dua dihuni oleh pemiliknya. Sedangkan satu lagi, rumah bercat oranye itu merupakan tempat prostitusi.
Di dalamnya ada tiga kamar lengkap dengan perabotan ditambah dengan DVD dan salon aktif. Masing-masing kamar sudah dilengkapi dengan kasur dibungkus seprei. "Tenang kalau di sini aman," ujar( U) menjamin.
Perkataan (U) memang benar adanya. Jangankan ada warga datang untuk menegur. Bahkan orang lewat pun tak terlihat. Padahal dentuman musik dangdut terdengar lumayan keras dari luar rumah.
Bisnis Prostitusi ini memang telah berlangsung lama. Bahkan saking terkenalnya nama rumah disebut cafe itu pun tak asing bagi warga Subang. Ada yang unik di tempat prostitusi rumahan Kampung Pendeuy kecamatan pagaden Kabupaten Subang, ini. Pemburu syahwat tak bakal menjumpai pelacur di rumah merangkap cafe itu. Para pelacur bakal datang jika ada tamu. Itu pun setelah ditelepon untuk datang.
Seperti ( Y) pelacur masih menjalani pendidikan sekolah menengah pertama itu datang setelah Radar Nusantara berada di dalam cafe. Hanya lima menit, (Y) datang diantar menggunakan sepeda motor. (U,) mucikari merangkap jawara kampung itu punya stok pelacur berusia 16 sampai 20 tahun lumayan banyak. Dia mampu menyediakan 20 pelacur sekali datang.
"Semua tinggal telepon, mau yang kaya gimana akang-," ujarnya sambil menekan tombol seluler, pungkasnya. (Kornas)
Lamat-lamat bacaan Surat Yasin para jamaah mushola di sudut Jalan Kampung Saradan, Pagaden, Subang, Jawa Barat, itu baru saja rampung. Namun pemandangan ganjil justru nampak di dekat pintu masuk kampung saradan, Di sana ada rumah dipacak dengan lampu kerlap-kerlip, plus hiburan musik dangdut yang dentumannya memekakkan telinga kebetulan malam Jumat, dimana hampir setiap mushola dan masjid kampung di sana rutin diramaikan dengan ritual Yasinan dan tahlil warga. Sebenarnya bukan hanya di kampung itu saja , tapi hampir di setiap sudut kota, umat muslim juga melakukan amalan serupa. Tetapi di balik kekhusyukan warga Kampung Saradan, aroma lendir justru kental menempel di kampung itu.
Saking terkenalnya, jangan heran jika kendaraan berplat (B) (Jabodetabek) menanyakan nama kampung itu, maka mata warga yang melihat terasa penuh curiga. Mereka seperti sudah mafhum, jika si penanya pasti punya hajat buat menyalurkan syahwat. Maklum di kampung itu terdapat prostitusi rumahan berisi para pelacur belia. Usianya dari 16 sampai 20 tahun.
"Kalo nanya kampung sini semua orang udah pada tahu karena banyak kupu-kupu malamnya," kata pelacur belia berinisial (Y) saat berbincang dengan Wartawan Radar Nusantara di sebuah cafe di Kampung Saradan, Kecamatan Pagaden, Jumat malam ( 29/8/2019)
Jalan menuju masuk desanya memang tak ramai. Melintasi areal persawahan dan perumahan warga membuat kampung ini seolah jauh dari ingar bingar gemerlap dunia prostitusi. Apalagi, jaraknya dari Kota Subang terbilang dekat, hanya 20 menit. Namun, di balik teduhnya desa ini para pemburu syahwat sudah mafhum bila setiap rumah di sudut kampung itu menyediakan tempat penyalur syahwat.
Rumah itu di miliki wanita berusia 47 tahun, sedangkan suaminya masih muda, berumur sekitar 28 tahun. "Itu suaminya yang tadi bukain pintu," kata( U) seorang mucikari berusia 49 tahun yang mengantarkan Radar Nusantara ke tempat prostitusi rumahan itu.
Sekilas rumah itu memang biasa saja. Tak terlihat jika di dalamnya biasa digunakan buat praktik prostitusi. Ada dua rumah di tempat prostitusi itu. Rumah pertama berwarna putih bertingkat dua dihuni oleh pemiliknya. Sedangkan satu lagi, rumah bercat oranye itu merupakan tempat prostitusi.
Di dalamnya ada tiga kamar lengkap dengan perabotan ditambah dengan DVD dan salon aktif. Masing-masing kamar sudah dilengkapi dengan kasur dibungkus seprei. "Tenang kalau di sini aman," ujar( U) menjamin.
Perkataan (U) memang benar adanya. Jangankan ada warga datang untuk menegur. Bahkan orang lewat pun tak terlihat. Padahal dentuman musik dangdut terdengar lumayan keras dari luar rumah.
Bisnis Prostitusi ini memang telah berlangsung lama. Bahkan saking terkenalnya nama rumah disebut cafe itu pun tak asing bagi warga Subang. Ada yang unik di tempat prostitusi rumahan Kampung Pendeuy kecamatan pagaden Kabupaten Subang, ini. Pemburu syahwat tak bakal menjumpai pelacur di rumah merangkap cafe itu. Para pelacur bakal datang jika ada tamu. Itu pun setelah ditelepon untuk datang.
Seperti ( Y) pelacur masih menjalani pendidikan sekolah menengah pertama itu datang setelah Radar Nusantara berada di dalam cafe. Hanya lima menit, (Y) datang diantar menggunakan sepeda motor. (U,) mucikari merangkap jawara kampung itu punya stok pelacur berusia 16 sampai 20 tahun lumayan banyak. Dia mampu menyediakan 20 pelacur sekali datang.
"Semua tinggal telepon, mau yang kaya gimana akang-," ujarnya sambil menekan tombol seluler, pungkasnya. (Kornas)
COMMENTS