Lembata,RN Naskah pidato Presiden yang disampaikan dalam moment pelantikan kemarin baik secara langsung maupun manua...
Naskah pidato Presiden yang disampaikan dalam moment pelantikan kemarin baik secara langsung maupun manual naskah dokumen yang tersebar luas di medsos yang kemudian langsung diketahui dan dicermati publik Indonesia dan tentunya juga public Lembata baik di level birokrasi dan pengambil kebijakan maupun masyarakat grassroot jika menggunakan androit.
Pilihan penyebaran informasi naskah pidato ini menjadi sangat efektif dalam spirit keterbukaan informasi yang dalam sekejab langsung diakses dan diketahui publik Lembata. Bisa dibandingkan dengan manajemen penyebaran informasi publik lembata yang dari mandat undang2 keterbukaan informasi, mestinya diketahui publik terkhusu dokumen yang sudah merangsek masuk menjadi dikumen publik. Ironisnya, dokumen RPJMD dan dokumen sejenisnya dalam tataran perencanaan pembangunan dipastikan sangat sulit diakses public padahal ada sejumlah ruang yang bisa dioptimalkan penyebarannya baik via medsos atau termuat di webzite lembata maupun dicetak di banner dan dipajang di titik strategis untuk diakses publik lembata. Dokumen dogmatis lebih mudah diakses ketimbang dokumen publik yang terkesan lebih sakral dari dokumen dogmatis biblis.
Dari naskah pidato Presiden, setidaknya diketahui ada 5 point penting program unggulan presiden untuk 5 tahun ke depan. Saya coba menarik 5 point program unggulan ini dan memaknainya dalam konteks tata kelola pembangunan Lembata 5 tahun ke depan sebagaiman spirit yang disumbuhkan Jokowi Maruf. Biarlah sumbuh ini bisa menyala dan menerangi khalayak lembata sehingga semangat dan partisipasi berbagai pihak mampu bersinergy dan menjadikan sumbuh itu dalam terang obor yang menyengat nadi rasa garassroot.
1. Priority SDM berbasis teknologi.
Pertanyaan pengganggu bagi kita di lembata dalam dekade otda 20 tahun yang baru berlalu, apakah ada sejenis rintisan teknogi yang dapat menjadi sumbuh penumbuh geliat ekonomi rakyat ke grafik peningkatan? Teknologi penyulingan air laut di bunga muda terkapar tak berdaya lantaran over cost dan jika desa sasar berupaya dari sumber dana desa itu pun tak cukup bahkan level proirty pembangunan lain di desa yang menyentuh pemenuhan substansi kebutuhan dasar bisa menggelapar-gelepar merengek minta direspon secepatnya.
Demikian juga pembangunan wailain atau apapun namanya untuk masyarakat Kedang yang katanya dengan menggunakan pendekatan teknologi tapi nasibnya yang kemudian bisa sama dengan bangunan museum penyulingan air laut di bunga muda Ile Ape lantara over cost operasionalnya. Atau dengan kata lain, harapan masyarakat Kedang untuk memutar kran air per klaster atau komunitas terpilah, hingga kini masih menjadi nyanyian penuh harap hingga pertengahan periode kepemimpinan Sunday pasca melepas pergikan kepemimpinan Lembata Baru.
Lebih ironis lagi di saat awal kampanye politik Lembata Baru terkait harapan pendekatan teknologi berbasis potensi pun tak kunjung datang. Sebut saja pembangunan pabrik kemiri yang kemudian menghasilkan sekian produk ikutan berbahan kemiri seolah lenyap terhempas angin janji poltik walau kala itu, janji jenis ini mampu menggaet pilihan politik rakyat yang kemudian menyasarkan paku pemberi suara pada surat sakti sang calon itu. Tapi apalah hasil? Materi kampanye politik jika dipersandingkan dengan roadmap pembangunan selama periode berjalan atau pun berakhir, hanya bisa menyesakan dada bagi pihak yang mencoba menempatkan capaian dan mengukurnya untuk memastikan harapan yang terjanjikan dengan riil program tereksekusi. Kata penghibur menggelitik yang bisa disematkan di sini terkait konteks itu adalah "beginilah dinamika yang banyak stagnannya".
Hal kecil lain yang bisa dilihat di wilayah hilir dan sedikit menggebirakan adalah geliat ekonomi kreatif rakyat yang sering ditunjukan dalam berbagai event wisata yang digelar pemda melalui dispar. Tentunya bagi saya merupakan hal menggembirakan walau sumbuh sinergy itu terbanyak dari usaha mandiri tanpa intervensi apbd ataupun mungkin tapi banyak yang tidak menyasar pada tempat yang sebenarnya menjadi sasaran intervensi. Jika konteks ini diperadabkan dengan sentuhan teknologi klas karbitan sekalipun masih sangat jauh dari harapan. Betapa tidak, kemasan produk pangan yang dibutuhkan para UKM pun masih berjuang sendiri dalam mekanism pasar yang tentunya semakin meningkatkan cost produksi yang berdampak pada penentuan harga jual berbasis margin kecil bahkan minus dari harapan margin.
Dengan demikian, jika point 1 program presiden ini mau dikontekskan dalam tata kelola pembangunan lembata 5 tahun ke depan, maka butuh ketelitian dan kepiawaian untuk memulai dengan maping and assement berikut memformat atau menyesuaikan kembali perencanaan dalam period berjalan, jika kita punya harapan yang sama akan ada perubahan di level ini yang akan diukur di tahun ke 6 dari aspek capain. Jika demikian, maka beberapa pertanyaan menggelitik naras pikir kita adalah; Adakah sejenis baseline (data dasar) kapasitas personal dalam aspek penerapan teknologi hilir yang kemudian mampu berkontribusi mulai dari maping, strategic dan actifity serta harapan capaian. Tetapi jika tidak ads ataupun masih kurang dubandingkan dengan kebutuhan, maka bagai mana strstegi ikutan untuk meningkatkan kapasitas personal. Dan apakah ada anggaran atau planing budget yang mampu mensuport pengetahuan teknologi? Adakah dokumen maping potensi yang berpeluang pengembangan dengan menggunakan sentuhan teknology? Mungkin masih banyak pertanyaan pembuka yang lainnya yang bisa digunakan paling tidak mampu menumbuhkan naras pikir kita.
2. Pembangunan Infrastruktur Yang Menghubungkan Kawasan Produksi dan Distribusi.
Inilah tantangan yang paling berat dalam skema pembangunan lembata period lalu dan yang sedang berjalan. Betapa tidak, ketika meletakan parisiwisata sebagai leading sector pembangunan, maka pembangunan inftastruktur kemudian terintegrasi ke dalamnya terkhusus pada pengembangan destinasi baru. Jalan hotmix yang menghubungkan jalur utama hingga bukit cinta waijarang bisa mrnjadi potret ukuran public. Ataupun juga kondisi jalan menuju Wade dan mungkin juga ke Bean bisa juga dijadikan sebagai perbandingan untuk mengukur tingkat perubahan dalam 8 tahun terakhir.
Sementara kondisi jalan yang menghubungkan wilayah produksi dengan wilayah distribusi, masih sangat jauh dan jauh sekalih dari sentuhan walau Lembata suda berultah otda 20 atau menjelang Jokowi di periode 2.
Pertanyaan yang bisa membantu kita untuk menyasarkan konteks ini adalah; Dimanakah wilayah produksi? Dimanakah wilayah distribusi? Bagaiman menentukan sebuah wilayah menjadi wilayah produksi?
Bisa dipastikan dominasi wilayah terbesar di lembata adalah wilayah produksi dimana untuk menentukannya dilihat dari jenis prosduksi dan persebarannya. Produksi komoditi industri sejenis kemiri, mente, kakao dan sejenisnya hampir mengitari semua wilayah desa2 di gunung atau juga pesisir yang jauh dari titik distribusi yakni perkotaan dan pelabuhan. Artinya, wilayah produksi sudah bisa kita pastikan ada di desa-desa di 9 kecamatan ini sementara jalan menuju ke wilayah produksi, hampir setiap hari menjadi lirik nyanyian buran yang menghiasi medsos ataupun media lainnya. Belum lagi jalan dalam kota di wilayah distribusipun masih sangat jauh dari harapan.
Wilayah produksi berikutnya adalah komoditas produksi pertanian. Itu pun ada di wilayah pedesaan.
Karena itu, untuk menyasarkan program Presiden ini yang mrnjadi kewajiban para pihak pengambil kebijakan di daerah, mesti membongkar ulang perencanaan dan itupun jika belandaskan komitmen untuk mengintegrasikan program ini dalam tata kelola pembangunan di Lembata. Ini berarti ada activity program yang sudah menjadi prioritas (terkait leading sector) mesti didesain ulang skala prioritynya. Dan jika dipaksakan maka akan terjadi benturan keinginan pusat dengan keinginan daerah. Jokowi dalam naskah pidato pelantikannya merefleksikan bahwa, ketika dicek ke para prngambil kebijakan di daerah terkait aplikasi program pusat dengan daerah, jawabannya tercapai dan dirasakan msnfaatnya oleh masyarakat. Dan jika Jokowi mengecek langsung melalui pionnya justeru menumukan jawaban yang berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan delegator daerah.
PRINSIPNYA butuh komitmen yang kuat dalam mengejawantakan program Presiden sehingga mampu teraplikasi di tingkat daerah.
3. Penyederhanaan regulasi agar tidak menghambat (UKM).
Untuk melokalkan program ini, pertanyaannya adalah, adakah regulasi yang dipunyai daerah yang menjadi penghambat? Jiks ada dan di level mana saja yang terjadi penghambatan? Mengapa mrnjadi penghambat? Ataukah secara regulatif tida menjadi penghambat tetapi justeru benturannya pada komitmen para pihak? Kasat mata, hampir setiap tahun berjalan sejumlah regulasi aturan mulai antri di prolegda dan selalu dituntaskan serta ditetapkan menjadi dokumen hukum atau aturan tetapi banyak yang luput dari aturan ikutannya sejenis perbup atau sturan turunannya. Mesti ada kajian untuk memsstikan dokumen mana yang menjadi penghambat dan dokumen mana yang tidak produktif.
Di sisi lain ada dokumen inisiasi daerah terkait perlindungan tki asal lembata (perds.20/2015 dan perbup 03/2017) dimana pengakuan pusat melalui kemenlu dan kemenkumham menjadi dokumen terbaik bahkan dijadikan sebagai indikator capaian darin inplementasi konvensi Jenewa dimana Indonesi adalah negara pihak yang ikut meratifikasi konvensi itu. Perda yang dipunyai Lembata ini bahkan termuat dalam laporan pemerintah Indonesia ke PBB melalui Komite Migrant Workers ysng disampaikan dalam sidag sesi 27 migrant workers pbb di jenewa-swiss pada september 2017 silam.
Perda jenis ini masih dalam proses perjuangan untuk implementasi walaupun sudah mrnjadi dokumen hukum pemda lembata.
Selain regulasi yang menghambat atau ada strategi penghambatan, tetapi mungkin juga ada kebijakan yang kemudian dirasakan para pihak pelaku ukm yang menjadi penghambat dehingga kebijakan dimaksud justeru menjadi penutup letupan ukm yang bergerak di ekonomi hilir.
4. Penyederhanaan birokrasi.
Untuk menyasarkan program ini dalam konteks daerah, maka pertanyaan awalnya adalah, apakah birokrasi yang besar dan mrmiliki proses yang panjang mampun menghasilkan dampak hasil yang dirasakan mssysrakat? Ataukah birokrasi yang kecil dan prosedur yang pendek yang mampu menghasilkan sesuatu yang dapat dirasakan langsung mssyarakat?
Memang kalau birokrasi yang didesain dengan tidak berbasis pada profesionalisme dan kompetensi serta kertampilan selalu menunjukan grafik yang cenderu datar dan tidak merangsek naik bahkan sangat lamban lajunya akan hasil yang bisa dirasakan.
Untuk itu, mesti ada sejenis desain inovatif yang kemudian menjadikan program poin 4 ini menjadi dasar pijak. Tentunya target out put yang mau dicapai baik jangka pendek maulun jangka mengah 5 tahunan ataupun jangka panjang. Prinsipnya, penentuan desain birokrasi dan model prosesnya bisa mrndapatkan capaian yang sigfinikan dan dirasakan rakyat akan efek perubahannya.
5. Transformasi ekonomi.
Ini tentunya berkaitan dengan rantai ekonomi. Tagline yang digunakan kepemimpinan period ini adalah Cincin Ekonomi. Apakah cincin ekonomi ini sudah menganut sistem transformasi yang efektif hingga ditahun ke tiga period ini ataukah tagline ini masih sebatas wacana?
Jika kita memperhatikan roadmap pembangunan yang menjadikan psriwisata sebagai leading sector, terkesan transfotmasi ekonomi belum tersinergi secara baik dan efektif apalagi model prndekatan pembangunan pariwisata lembata cenderung berbasis pada pemodal dan bukan berbasis masyarakat dimana masyarakat selalu dijadikan sebagai komoditi obyek pariwisata dan bukan sebagai subyek.
Protus Burin
COMMENTS