Riau Bengkalis Sei Pakning, RN Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) merupakan program pemerintahan Jokowi yang bertujuan untuk mensejaht...
Riau Bengkalis Sei Pakning, RN
Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) merupakan program pemerintahan Jokowi yang bertujuan untuk mensejahterakan kehidupan para kelompok tani sawit di daerah,namun sayangnya program ini tidak berjalan karena kebijakan busuk oknum kepala cabang pembantu Bank Kepri Sei Pakning bertentangan dengan kebijakan pemerintahan Ir Jokowi Dodo, akibat kebijakan busuk oknum ini, peremajaan sawit rakyat terkendala didaerah tersebut.
Kebijakan yang dibuat oleh oknum bank Riau Kepri cabang pembantu Sei Pakning ini seperti aturan 'tukang olah' pemerintah provinsi Riau dan Pemda Bengkalis kok diam saja,? seharusnya Menganti oknum ini dengan manusia yang lebih baik agar roda perekonomian petani di daerah tersebut berjalan sepenuhnya," ujar salah seorang petani yang enggan namanya ditulis.
Menurut beberapa petani hingga saat ini BD pimpinan Capen Bank Riau Kepri Sungai Pakning masih bersikers menahan uang bantuan untuk pembelian bibit sawit unggul dengan alasan yang tidak bisa diterima akal sehat,aturan 'tukang olah' kalau bisa di persulit mengapa harus di permudah, aturan ini lah yang di terapkan oknum ini.
Padahal Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) sudah merancang strategi untuk mendukung akselerasi Peremajaan Sawit Rakyat (PSR),dimana maksud pemerintah sebenarnya dengan melakukan penggantian tanaman tua atau tidak produktif dengan tanaman baru sesuai dengan prinsip-prinsip GAP (good agricultural practices) dananya bersumber dari pemotongan dana CPO.
Menurut kelompok tani sawit, Idris, terkait dan penyediaan bibit rakyat sudah termasuk dalam dana BPDP-KS untuk PSR sebesar Rp. 25 per hektare dan penyalurannya melalui bank Riau Kepri (BRK).
"Ini dana petani bukan dana kridit, artinya tidak ada alasan pihak BRK menahan dana tersebut sebab bank bukan pengawas," kata petani sawit Bengkalis, Idris, Jumat (15/5/20).
Sebelumnya Presiden Jokowi menyebutkan, perkebunan sawit rakyat seluas 500 ribu hektare harus dapat diremajakan dalam tiga tahun agar ekonomi masyarakat petani sawit terangkat.
Melalui percepatan peremajaan ini, Jokowi ingin melipatgandakan produksi minyak sawit di negara ini. Strateginya mengganti tanaman tua kebun petani dengan material benih yang berkualitas.
"Karena itu, saya meminta kepada seluruh pihak terkait mulai dari pemerintah daerah, asosiasi petani, perusahaan, agar dapat berkolaborasi membantu petani dengan memberi kemudahan," jelas Jokowi.
"Perlu kepala bank Riau Pakning tahu, membeli bibit berkualitas itu bukan kayak beli kerupuk, hari ini ada uang hari ini dapat barang," kata petani.
Sementara itu Kepala Divisi Pemungutan Biaya dan Iuran CPO BPDPKS, Lerifardiyan menjelaskan
dana PSR bukan berasal dari APBD, sebab dana ini merupakan APBN yang masuk dalam pendapatan Badan Layanan Umum ( BLU ) yang berasal dari PNBP Pungutan ekspor CPO dan turunannya.
"Terkait dengan penyediaan bibit itu sudah termasuk dalam dana BPDPKS untuk PSR sebesar Rp. 25 juta per hektare. Jadi tidak ada alasan oknum Bank menahan dana ini karena BRK hanya sebagai Penyaluran saja," katanya.
Dikatkannya, Dana petani bukan dana atau bentuknya kredit. Sebab, BPDP menyalurkan bantuan Dana PSR sebesar 25 juta yang antara lain dapat digunakan untuk pembelian bibit.
"Dana 25 juta merupakan dana pekebun sawit. Yang bentuknya bantuan, bukan dana Pemda," jelas dia kepada wartawan melalui pesan WhatsApp.
Dijelaskannya, poksi dari perbankan sendiri menyalurkan dana dengan ketentuan seluruh persyaratan yang sudah terpenuhi. Jadi, tegasnya, fungsi bank menyalurkan dana dan menyediakan dana pendamping.
Terkait dengan penyediaan bibit sawit bagaimana sebenarnya prosedurnya untuk diketahui petani, Lerifardiyan menyebutkan, penyediaan bibit sesuai ketentuan yang berlaku dan petani bebas memilih bibitnya sendiri.
Kemudian, terkait bila ada perjanjian tiga pihak dalam pengadaan bibit dan telah disetujui maka perbankan jika bersikeras ingin melihat bibit yang sudah ada di penangkaran (teknis) tentunya bank tidak beralasan menahan uang tersebut.
"Sejauh itu info yang kami terima perbankan dalam PSR tidak berhak melakukan intimidasi. Untuk pembelian bibit diharuskan bibit yang bersertifikat. Dan petani bebas memilih langsung bibit yang sesuai dengan kebutuhan, smentara pihak bank hanya menyalurkan dananya," ucap dia.
Dikonfirmasi Kepala Capem Bank Riau Kepri Sungai Pakning, Badraini masih belum menjawab, ditelphon dia malah merijek Hpnya. (tim RN)
Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) merupakan program pemerintahan Jokowi yang bertujuan untuk mensejahterakan kehidupan para kelompok tani sawit di daerah,namun sayangnya program ini tidak berjalan karena kebijakan busuk oknum kepala cabang pembantu Bank Kepri Sei Pakning bertentangan dengan kebijakan pemerintahan Ir Jokowi Dodo, akibat kebijakan busuk oknum ini, peremajaan sawit rakyat terkendala didaerah tersebut.
Kebijakan yang dibuat oleh oknum bank Riau Kepri cabang pembantu Sei Pakning ini seperti aturan 'tukang olah' pemerintah provinsi Riau dan Pemda Bengkalis kok diam saja,? seharusnya Menganti oknum ini dengan manusia yang lebih baik agar roda perekonomian petani di daerah tersebut berjalan sepenuhnya," ujar salah seorang petani yang enggan namanya ditulis.
Menurut beberapa petani hingga saat ini BD pimpinan Capen Bank Riau Kepri Sungai Pakning masih bersikers menahan uang bantuan untuk pembelian bibit sawit unggul dengan alasan yang tidak bisa diterima akal sehat,aturan 'tukang olah' kalau bisa di persulit mengapa harus di permudah, aturan ini lah yang di terapkan oknum ini.
Padahal Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) sudah merancang strategi untuk mendukung akselerasi Peremajaan Sawit Rakyat (PSR),dimana maksud pemerintah sebenarnya dengan melakukan penggantian tanaman tua atau tidak produktif dengan tanaman baru sesuai dengan prinsip-prinsip GAP (good agricultural practices) dananya bersumber dari pemotongan dana CPO.
Menurut kelompok tani sawit, Idris, terkait dan penyediaan bibit rakyat sudah termasuk dalam dana BPDP-KS untuk PSR sebesar Rp. 25 per hektare dan penyalurannya melalui bank Riau Kepri (BRK).
"Ini dana petani bukan dana kridit, artinya tidak ada alasan pihak BRK menahan dana tersebut sebab bank bukan pengawas," kata petani sawit Bengkalis, Idris, Jumat (15/5/20).
Sebelumnya Presiden Jokowi menyebutkan, perkebunan sawit rakyat seluas 500 ribu hektare harus dapat diremajakan dalam tiga tahun agar ekonomi masyarakat petani sawit terangkat.
Melalui percepatan peremajaan ini, Jokowi ingin melipatgandakan produksi minyak sawit di negara ini. Strateginya mengganti tanaman tua kebun petani dengan material benih yang berkualitas.
"Karena itu, saya meminta kepada seluruh pihak terkait mulai dari pemerintah daerah, asosiasi petani, perusahaan, agar dapat berkolaborasi membantu petani dengan memberi kemudahan," jelas Jokowi.
"Perlu kepala bank Riau Pakning tahu, membeli bibit berkualitas itu bukan kayak beli kerupuk, hari ini ada uang hari ini dapat barang," kata petani.
Sementara itu Kepala Divisi Pemungutan Biaya dan Iuran CPO BPDPKS, Lerifardiyan menjelaskan
dana PSR bukan berasal dari APBD, sebab dana ini merupakan APBN yang masuk dalam pendapatan Badan Layanan Umum ( BLU ) yang berasal dari PNBP Pungutan ekspor CPO dan turunannya.
"Terkait dengan penyediaan bibit itu sudah termasuk dalam dana BPDPKS untuk PSR sebesar Rp. 25 juta per hektare. Jadi tidak ada alasan oknum Bank menahan dana ini karena BRK hanya sebagai Penyaluran saja," katanya.
Dikatkannya, Dana petani bukan dana atau bentuknya kredit. Sebab, BPDP menyalurkan bantuan Dana PSR sebesar 25 juta yang antara lain dapat digunakan untuk pembelian bibit.
"Dana 25 juta merupakan dana pekebun sawit. Yang bentuknya bantuan, bukan dana Pemda," jelas dia kepada wartawan melalui pesan WhatsApp.
Dijelaskannya, poksi dari perbankan sendiri menyalurkan dana dengan ketentuan seluruh persyaratan yang sudah terpenuhi. Jadi, tegasnya, fungsi bank menyalurkan dana dan menyediakan dana pendamping.
Terkait dengan penyediaan bibit sawit bagaimana sebenarnya prosedurnya untuk diketahui petani, Lerifardiyan menyebutkan, penyediaan bibit sesuai ketentuan yang berlaku dan petani bebas memilih bibitnya sendiri.
Kemudian, terkait bila ada perjanjian tiga pihak dalam pengadaan bibit dan telah disetujui maka perbankan jika bersikeras ingin melihat bibit yang sudah ada di penangkaran (teknis) tentunya bank tidak beralasan menahan uang tersebut.
"Sejauh itu info yang kami terima perbankan dalam PSR tidak berhak melakukan intimidasi. Untuk pembelian bibit diharuskan bibit yang bersertifikat. Dan petani bebas memilih langsung bibit yang sesuai dengan kebutuhan, smentara pihak bank hanya menyalurkan dananya," ucap dia.
Dikonfirmasi Kepala Capem Bank Riau Kepri Sungai Pakning, Badraini masih belum menjawab, ditelphon dia malah merijek Hpnya. (tim RN)


COMMENTS