Malam Kudus "berdarah" langgeng di Intan Jaya, Papua.

Papua Barat, RN Josef Mohr, seorang pastor Katolik di Austria pada bulan Desember tahun 1818 berjalan di tengah cuaca dingin menyengat denga...

Papua Barat, RN

Josef Mohr, seorang pastor Katolik di Austria pada bulan Desember tahun 1818 berjalan di tengah cuaca dingin menyengat dengan salju tebal hingga mendapat inspirasi untuk membuat lirik dan naskah lagu Natal Malam Kudus atau Silent Night, yang aslinya dalam bahasa Jerman berjudul Stille Nacht. 

Lagu Malam Kudus tersebut telah diterjemahkan dalam berbagai Bahasa dan dinyanyikan dalam berbagai lirik hingga dewasa ini. Suasana saat lagu Malam Kudus (Silent Night/Stille Nacht) diciptakan Pastor Josef Mohr dan melodinya ditulis oleh pemimpin paduan suara di Gereja Santo Nicolas, Obendorf, Austria 202 tahun lalu itu sangat sepi, tapi damai dan bersahaja.

Demikianlah yang terjadi saat kabar sukacita Injil dibawa pertama kali oleh 2 (dua)  zendeling, Carl Willem Ottouw dan Johan Gottlob Geissler pada hari Minggu pagi benar, tanggal 5 Februari 1855 saat mereka mendarat di Pantai pasir putih Pulau Mansinam, Teluk Doreri, Manokwari. Mereka mengucapkan Doa Sulung : Dengan Nama Tuhan, kami menginjak Tanah ini. 

Tepat 37 tahun setelah Lagu Malam Kudus diciptakan oleh Mohr dan Grubber serta dinyanyikan hingga menyebar ke seluruh dunia. Suasana damai di Tahun 1818 dan 1855 tersebut kini berbanding terbalik di Tanah Papua yang sudah dibasuh dengan Nama Tuhan. 

Tepat hari Rabu, 23 Desember 2020, Komandan Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Darat Letjen Dodik Widjanarko menyampaikan secara terbuka kepada publik bahwa ada 9 (sembilan) orang perwira dan prajurit TNI yang diduga sebagai pelaku penganiayaan, pembunuhan hingga penghilangan terhadap 2 (dua) korban warga sipil atas nama Luther Zanambani dan Apinus Zanambani. 

Kedua korban diduga telah dicurigai "tanpa bukti" terlibat Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) hingga "dijemput". Kemudian diinterogasi oleh 2 (dua) oknum anggota Kodim 1705/Paniai dan 7 (tujuh) oknum anggota TNI dari Yonif PR 433/JS Kostrad pada tanggal 21 April 2020 lalu. Akibatnya, korban Apinus Zanambani tewas, sedangkan korban Luther Zanambani dalam keadaan kritis hingga tewas. 

Diduga akibat penganiayaan oleh para oknum anggota TNI tersebut. Perbuatan mereka para pelaku menurut pandangan saya  diduga keras memenuhi unsur penganiayaan berat. Bahkan memenuhi unsur kejahatan terhadap kemanusiaan (crime againts humanity) sebagai dimaksud dalam amanat pasal 7 huruf b dan pasal 9 UU RI No.26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). 

Dengan demikian sesungguhnya hasil investigasi dan kesimpulan dari Puspom AD tersebut seyogyanya dapat diserahkan untuk ditindak-lanjuti oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sesuai Hukum HAM ke Pengadilan HAM. Jadi bukan lagi diadili di pengadilan militer semata. Ini penting demi mengurai adanya indikasi telah terjadinya Pelanggaran HAM Berat dalam kasus di Sungai Mulai, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua April 2020 tersebut. 

Apalagi tindakan mereka para oknum pelaku membakar jenasah kedua korban dan abunya dibuang ke Sungai Jilai tersebut. Sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, saya mendesak Dewan HAM Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk melakukan intervensi demi alasan kemanusiaan dalam kasus ini.

Tuti