Pontianak (Kalbar), RN Aliansi Cipayung Plus menuntut keadilan agar DPRD mengawal dan mendesak Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menunda ...
Pontianak (Kalbar), RN
Aliansi Cipayung Plus menuntut keadilan agar DPRD mengawal dan mendesak Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menunda penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk wilayah Kalbar 2021, karena dinilai tidak mengakomodir guru dari agama lain.
Kurang lebih 50 massa perwakilan masyarakat dari berbagai organisasi, diantaranya PMKRI Pontianak, GMKI Cabang Pontianak, GMKI Kalimantan Barat, DPC GMNI Pontianak, DPD GMNI Kalimantan Barat, SEMA STAK-AW, IMKKH, HMDKS, PMII Pontianak Raya, IMM, dan Formalak Landak. Massa ini langsung menyampaikan aspirasinya ke Gedung DPRD dan Kantor Gubernur Provinsi Kalimantan Barat, Kamis 27 Mei 2021, sekitar Pukul 11.00 s/d 14.30 WIB.
"Kita meminta keadilan kepada wakil rakyat dan pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Barat," kata Noven Honarius, Kordinator Wilayah XIV Gerakan Kristen Indonesia Kalimantan Barat kepada www.radarnusantara.com Korwil Kalbar, saat aksi berlangsung di Gedung DPRD Provinsi Kalimantan Barat, Jalan Jenderal Ahmad Yani Kota Pontianak, Pukul 11.30 WIB.
Gabungan organisasi massa perwakilan dari berbagai Agama menilai, bahwa penerimaan PPPK yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat tidak mencerminkan asas keadilan ditengah kemajemukan multi etnis, multi Agama, dan multi kultural.
"Kita minta DPRD melakukan pengawalan, jangan hanya diam, bahwasanya ketika memerlukan suara rakyat, mereka turun sampai kelapangan. Tetapi ketika ada persoalan di masyarakat, mereka diam saja. Jadi harapan dan tuntutan kita hari ini, DPRD harus mengawal hal ini. Jangan sampai ada nilai Pancasila yang terabadikan," ujar Noven Honarius.
Lanjutnya, mari bersama-sama dengan wakil rakyat kita menyuarakan hal ini. Kita meminta hal ini dikawal sampai tuntas, sampai ada kesetaraan dan kesamaan dalam penerimaan PPPK di wilayah Provinsi Kalimantan Barat.
"Kita menolak PPPK tahun 2021 tingkat Provinsi, yaitu Guru Agama tingkat SMA/SMK. Kita meminta ini dibatalkan, DPR punya peran menyuarakan aspirasi masyarakat," kata juru bicara dari massa aksi.
Secara tegas, massa dari perwakilan masyarakat Kalimantan Barat juga menyampaikan, apabila persoalan ini tidak dilakukan, maka tidak menutup kemungkinan akan banyak lagi gejolak-gejolak yang terjadi ditengah masyarakat.
"Hal ini perlu dipikirkan oleh anggota DPR dan pihak-pihak terkait lainnya di pemerintahan Provinsi Kalimantan Barat," pungkasnya.
Ketua Komisi I DPRD Provinsi Kalimantan Barat, saat menerima aspirasi dari Cipayung Plus, mengatakan, bahwa sebelum kedatangan mahasiswa ke DPRD, pihaknya di lembaga sudah bekerja, sudah memberikan reaksi dan sudah berupaya sesuai dengan lembaga yang menjadi kewenangan lembaga perwakilan rakyat.
"Saya selaku Ketua Komisi I sudah menyurati pimpinan DPRD untuk melakukan rapat tuntas komisi yang mengundang BKPD, Kanwil Depag, Dinas Pendidikan untuk mempertanyakan ada apa sebenarnya di balik semua itu," kata Angeline Fremalco, S.H.
Karena waktu yang terbatas, lanjutnya menyampaikan, akhirnya saya dan sekretaris komisi V bersepakat melakukan rapat internal komisi yang isinya adalah kami meminta kepada pimpinan DPRD untuk menyurati komisi X DPR RI untuk menambah kuota guru agama di luar guru agama Islam yang saat ini kuotanya sudah ada 31 orang.
"Fraksi PDI Perjuangan yang sudah melakukan rapat paripurna beberapa waktu lalu, kami menyampaikan dalam pandangan umum fraksi dan mempertanyakan hal ini. Yang pasti, dalam rapat paripurna sudah dijawab oleh Bapak Gubernur," pungkas Angeline Fremalco.
Sementara itu, Kepala BKD Provinsi Kalimantan Barat, menyampaikan bahwa pihaknya tidak bisa melakukan penundaan atas tuntutan keadilan ditengah kemajemukan yang ada di Kalimantan Barat yang disampaikan dalam aksi massa terkait penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tersebut. Karena menurutnya, justru apa yang dilakukan saat ini, itulah yang mendesak dan atas kekurangan Guru Agama tersebut Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat berjanji akan menuntaskan hal tersebut pada tahun selanjutnya sampai tahun 2022/2023.
"Karena ini menyangkut kebijakan pemerintah pusat, dan untuk memenuhi yang sudah ditunggu-tunggu oleh guru-guru yang memerlukan guru itu (Guru Agama Islam_red) maka tidak bisa kita tunda," ungkap Ani Sofian, Kepala BKD Provinsi Kalbar saat menerima massa aksi di Depan Kantor Gubernur.
Lebih lanjut, dalam kesempatan tersebut Ani Sofian menyampaikan secara teknis mekanisme prosedur pengajuan terkait penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Diberitakan sebelumnya, hal ini juga disoroti oleh Pengurus Pemuda Katolik Komisariat Daerah Kalimantan Barat. Maskendari menilai, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat tidak hadir dan abai terhadap pendidikan Agama ditingkat sekolah, terutama di SMA dan SMK di Kalbar. Hal tersebut ditunjukkan dengan kebijakan tidak ada alokasi formasi untuk Guru Agama Katolik, Kristen, Hindu, Budha dan Khonghucu. Padahal kata Maskendari, pendidikan Agama dibutuhkan untuk memperkuat karakter dan moral peserta didik.
"Dimana alokasi Agama Islam 31, Katolik 0, Kristen 0, Hindu 0, Budha 0, dan Khonghucu 0," ujarnya melalui siaran pers, Senin 24 Mei 2021.
Menurut Ketua Pengurus Pemuda Katolik Komisariat Daerah Kalimantan Barat, ketiadaan alokasi formasi untuk Guru Agama Katolik, Kristen, Hindu, Budha, dan Khonghucu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat telah mengabaikan hak siswa yang tercantum dalam UU No.20/2003 tentang Sisdiknas Pasal 12 ayat 1 huruf a yang secara tegas menyebutkan anak didik berhak mendapatkan pendidikan Agama sesuai Agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.
"Formasi Calon ASN Tahun Anggaran 2021 Pemprov Kalbar terkait Guru Agama telah mengingkari realitas keberagaman umat beragama di Kalbar," tegas Maskendari.
Adrian.
COMMENTS