Jakarta,RN Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan, *Emrus Sihombing* mengatakan, para mantan pegawai KPK tersebut hanya...
Jakarta,RN
Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan, *Emrus Sihombing* mengatakan, para mantan pegawai KPK tersebut hanya ingin *membangun persepsi publik* bahwa mereka bersedia bekerja apapun selama pekerjaan tersebut halal.
Apalagi, kata dia, ada salah satu mantan pegawai KPK yang menjual nasi goreng dengan gerobak yang merupakan pelaku usaha mikro, bukan di sebuah resto.
"Pola komunikasi yang disampaikan menurut saya tujuannya membangun persepsi di tengah publik, bahwa mereka orang yang sederhana mau bekerja dalam konteks kerja apapun selama itu halal, baik itu nasi goreng pakai gerobak dan petani," kata Emrus.
Dilansir dari liputan6.com: Sebanyak 58 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipecat lantaran tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) kini beralih profesi. Atribut penegak hukum dalam memberantas korupsi ditanggalkan. Beragam profesi dilakoni mulai dari bertani hingga bisnis kuliner.
Salah satu mantan pegawai KPK Ita Khoiriyah mengaku memilih berjualan kue kering semata-mata untuk mencari penghasilan dan mengisi waktu luang.
Wanita yang karib disapa Tata ini mengatakan, saat bekerja sebagai fungsional Biro Humas KPK, dirinya biasa bekerja selama 12 jam. Namun, tiba-tiba dirinya tak memiliki pekerjaan. Sehingga untuk mengisi waktu luangnya ia lebih banyak menulis dan berjualan kue kering.
Selain itu, kata Tata, dirinya dan teman-teman seperjuangannya masih fokus mengawal sidang sengketa informasi publik terkait polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) pada pegawai KPK.
"Kami fokus mengawal jalur litigasi dan menunggu jadwal sidang sengketa informasi publik di KIP (Komisi Informasi Pusat) untuk hasil TWK kami," kata Tata kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (12/10/2021).
Tata mengaku sudah pasrah dengan pemerintah yang tak merespons rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman tentang pelanggaran TWK pegawai KPK.
"Kalau presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi tetap diam dan tidak merespons, publik dan sejarah yang akan mencatat bahwa beliau tidak memiliki keberpihakan terhadap gerakan pemberantasan korupsi," ujar Tata.
Hal ini dilakukan, kata Tata, sambil menunggu mendapat pekerjaan baru. Sebab, hingga saat ini Polri belum memberikan kepastian tentang tawaran menjadi ASN.
"Sampai sekarang kami belum mendapat informasi yang menyeluruh dan jelas terkait tawaran tersebut. Jadi kami belum ada bahan yang dipakai untuk mempertimbangkan tawaran tersebut. Bagaimana mekanismenya, ditempatkan dimana, fokus kepada apa, itu semua kan belum ada informasi detailnya," kata Tata.
Sementara Mantan Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum pada Biro Hukum KPK Rasamala Aritonang memilih bertani di kampung halamannya di Desa Parsuratan, Balige, Sumatera Utara (Sumut).
Rasamala mengatakan, saat ini dirinya mengerjakan pekerjaan yang bisa dia lakukan di kampungnya sambil menyusun rencana yang lebih besar.
"Saya mengerjakan apa yang bisa dikerjakan lebih dulu, di kampung banyak potensi kehidupan sekaligus juga permasalahan yang bisa kita kerjakan," kata Rasamala kepada Liputan6.com.
Rasamala mengaku dirinya masih tertarik untuk memberikan kontribusi yang lebih besar dengan kemampuan yang dia miliki. Misalnya, dia bermimpi mendirikan partai politik.
"Kalau untuk sekedar jadi ASN KPK saya sih tidak terlalu tertariklah. Saya malah tertarik bikin partai politik atau bisa juga masuk parpol, kalau bisa bikin partai nanti saya namakan "Partai Serikat Pembebasan"," kata Rasamala.
Partai politik, kata dia, bisa jadi kendaraan untuk perubahan dengan prinsip utama integritas. Selain berpolitik, dia juga ingin mengembangkan kantor hukum dan IM57+Institute yang saat ini mulai dirintis.
"Semuanya untuk gagasan perubahan Indonesia yang bersih, maju dan beradab," kata dia.
Selain itu, Rasamala mengaku akan mempertimbangkan tawaran Polri untuk menjadi ASN kepolisian.
"Kalau ASN Polri kan kita masih harus lihat gimana rencananya, siapa tau rencananya memang strategis tentu harus dipertimbangkan dong," ujar dia.
Sama dengan Tata, sampai saat ini Rasamala juga masih tetap menunggu respons pemerintah tentang rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman.
"Itu proses peralihan yang cacat hukum dan melanggar hukum harus ada tindakan koreksi sesuai rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman, kan kita negara hukum katanya," tandas Rasamala.
Mantan Kasatgas Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengatakan, rekan-rekannya yang beralih profesi menjadi penjual nasi goreng hingga petani bukanlah untuk pencitraan.
Hal ini dikatakan Novel Baswedan usai mengunjungi mantan fungsional Biro Hukum KPK Juliandi Tigor Simanjuntak yang saat ini berjualan nasi goreng.
"Ya memang tentunya ketika teman ada usaha apa, mau buat nasgor saya tertarik lihat, datang, makan dan memang enak sekali. Tapi yang paling penting adalah Bang Tigor membuat nasgor dengan hati dengan integritas, bukan dengan pencitraan. Itu yang paling penting," ujar Novel dalam keterangannya, Selasa (12/10/2021).
Novel mengatakan, Tigor dan teman-temannya memilih berjualan nasi goreng untuk mencukupi kehidupan sehari-hari usai dipecat KPK.
"Sambil menunggu waktu, tentunya mengambil jalan untuk mencari penghasilan dengan membuat nasgor. Saya kira itu bukan suatu hal yang tidak baik, ya, itu suatu hal yang mulia, yang luar biasa karena menjaga integritas, menjaga kejujuran, dan itu dilakukan dengan semangat. Luar biasa," kata dia.
Sementara Novel sendiri usai dipecat, masih mengisi kegiatan-kegiatan melalui virtual. Jika tak ada kegiatan, Novel nemilih untuk beristirahat.
"Jadi, setelah disingkirkan dengan cara-cara yang illegal, jadi memang walaupun demikian tentunya sementara ini saya lagi istirahat, banyak mengisi kegiatan dengan zoom, memberikan pelatihan dan kegiatan lain di beberapa universitas dan instansi tertentu, tentunya saya ingin memberi sumbangsih yang terbaik," ujar Novel.
Novel menyebut, dia masih akan memperjuangkan hak-haknya dan pegawai KPK lainnya yang dipecat. Dia menyebut masih terus melakukan konsolidasi dengan 57 pegawai.
"Tentunya kita paham, bahwa ini belum selesai, tahapan berikutnya juga masih harus berjalan, perbuatan yang dilakukan sewenang-wenang, melawan hukum, dan tidak mengikuti kaidah-kaidah yang dibenarkan tidak boleh dimaklumi atau dibenarkan," kata Novel Baswedan dilansir Liputan6.com.( kumbang)
COMMENTS