Pontianak (Kalbar), RN. Gubernur Kalimantan Barat menyatakan, aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang sudah menggunakan alat bera...
Pontianak (Kalbar), RN.
Gubernur Kalimantan Barat menyatakan, aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang sudah menggunakan alat berat jenis Excavator, hanya bisa dihentikan atas perintah Presiden.
"Yang bisa buat perintah itu Presiden, jika Presiden minta hentikan besok, PETI itu berhenti, jadi kalau Presiden yang perintah itu, cepat. Tapi kalau saya susah, karena PETI sudah pakai Excavator," kata Sutarmidji, saat dikonfirmasi wartawan di Sintang, Kamis 25 November 2021.
Sutarmidji saat mendampingi kunjungan kerja Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tersebut, juga menyampaikan bahwa saat ini Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas sudah mengalami kerusakan mencapai 70 persen.
"Saat ini Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas 70 persen sudah rusak," ujarnya.
Bukan hanya itu, Sutarmidji juga menyoroti perizinan perkebunan kelapa sawit. Menurutnya, konsesi lahan perkebunan sawit sudah 2,7 juta hektare, yang ditanam baru satu juta hektare dan tersisa masih 1,7 juta hektare yang belum ditanam dan sudah berlangsung lama.
"Itu kan tidak ada hutannya lagi, itu harus di evaluasi, kalau perlu ditarik kembali oleh Negara dan dihutankan, bisa jadi itu wilayah tersebut lahan gambut yang tidak bisa ditanami," tutur Gubernur Kalbar.
Untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang sudah rusak tersebut, Ia sangat mendukung rencana pemulihan lingkungan seperti yang disampaikan Presiden Jokowi. Bahkan Gubernur Sutarmidji siap menyediakan lahan pembibitan untuk tanaman reboisasi, dan Ia berkeinginan mempercepat penanaman pohon sebanyak mungkin pada area lokasi yang rusak yang selanjutnya dipantau dengan sistem aplikasi.
"Saya sangat mendukung, sampai 1.000 persen saya mendukung apa yang dikatakan Presiden perbaikan lingkungan, areanya kita perbaiki DAS Kapuas itu 70 persen sudah rusak gimana kita perbaikinya," ungkap Sutarmidji.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian KLHK Bambang Hendroyono mengatakan yang utama diperkuat sinergitas pemerintah pusat dan daerah dalam melihat landscape ekosistem.
"Kita lihatnya ke depan upaya pemulihan lingkungan dan ekonomi menjadi penting Pemerintah untuk mewujudkan dalam pengendalian iklim, jadi jika kita sudah tahu penyebabnya, pemerintah akan membuat rencana aksi untuk pemulihan ke fungsi perlindungan," kata Bambang.
Menurut dia, DAS dan Sub DAS Kapuas harus menjadi prioritas yang dikelola kembali memenuhi prinsip norma-norma layaknya sebuah DAS yang baru bisa dijaga, tidak boleh ada hambatan dari atas ke bawah mengalir.
"Sehingga disini upaya pemulihan lingkungan memerlukan pekerjaan stakeholder," ujar Bambang.
Untuk menyikapi persoalan tersebut, Kementerian LHK akan berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Kementerian PUPR, Gubernur dan Bupati terkait, mulai dari Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Kubu Raya Pontianak dalam satu aliran DAS yang harus lihat bersama apa penyebab-penyebabnya.
"Yang paling penting utama, memulihkan kembali DAS dan Sub DAS yang dari awal sudah seperti itu dan mengembalikan kondisinya, sehingga dengan pemulihan lingkungan serta pembangunan berwawasan lingkungan dengan prinsip sesuai kearifan lokal," jelas Bambang.
Dalam pemulihan lingkungan sambil melakukan penanaman pohon kembali.
"Jadi kalau dia lindungi bagian atas maka menanam pohon yang bisa menguatkan akar, akarnya diperkuat sehingga tidak terjadi tanah longsor," ujarnya.
Menyikapi perizinan alih fungsi hutan dan penambangan liar, Bambang mengatakan yang dilihat bagaimana usaha yang diberikan Pemerintah sudah ada aturannya dari sejak undang-undang tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan yang selama ini diketahui adalah izin lingkungan.
"Kita lebih ketat karena dari kajian lingkungan hidup strategis yang harus sudah dimiliki oleh Gubernur dan Bupati bisa menetapkan tata ruangnya," tuturnya.
Lebih lanjut, Bambang menjelaskan usaha yang diberikan usaha ada analisis mengenai dampak lingkungan itu menjadi syarat usaha apa pun, pertanian, perkebunan, perikanan, pertambangan dan kehutanan yang memang terkait dengan alam landscape yang mesti dilakukan usaha yang disebut persetujuan lingkungan.
"Dibutuhkan pengawasan terhadap persetujuan lingkungan yang melekat pada izin usaha, ketika pemerintah tegas dalam melakukan pengawasan pelaksana perizinan, yang memang terindikasi terjadinya kerusakan lingkungan, itu sebenarnya yang dilihat kewajibannya dia (pelaku usaha) terhadap lingkungan," jelas Bambang.
Sehingga yang ditekankan dalam evaluasi, tegas Bambang yaitu kewajibannya apakah sudah dijalankan, jika seperti itu tentunya pengawasan menghasilkan proses penegakan hukum mulai teguran tertulis, paksaan Pemerintah denda administrasi, pemanggilan hingga pembekuan izin dan pencabutan izin.
"Pemerintah sebesar dengan undang-undang cipta kerja jelas, proses yang sudah dibangun mulai dari dokumen lingkungan mengarah kepersetujuan lingkungan, menerbitkan izin usaha kemudian pengawasan izin usaha dan kewajiban lingkungan, proses penegakan hukum dan pada akhirnya harapan kita tidak lagi terjadi kerusakan hutan, lingkungan dan pencemaran," tegas Bambang.
Diketahui kunjungan Sekjen Kementerian LHK ke Sintang dalam rangka meninjau bencana alam banjir yang terjadi di wilayah Kalimantan Barat. Selain itu, pihak KLHK RI juga melakukan investigasi langsung ke lokasi Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang menggunakan alat berat Excavator di Desa Beringin, Kecamatan Bunut Hulu Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat selama kurang lebih 3 (tiga) hari, pada tanggal 16 sampai 18 November 2021.
Berdasarkan investigasi langsung yang dilakukan oleh media www.radarnusantara.com Kordinator Wilayah Provinsi Kalimantan Barat, sejak beberapa tahun belakangan ini, maraknya Pertambangan Emas Tanpa Izin yang menggunakan alat berat Excavator dan alat berat Puso, baik di Kawasan Hutan dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas disebabkan karena diduga kuat adanya setoran pengamanan Uang Pertambangan Emas Tanpa Izin (UPETI). Sehingga akibatnya proses penegakan aturan dan hukum terhadap kegiatan PETI, lemah dan terkesan hanya seremonial. Sedangkan dampak lingkungannya, menyebabkan banjir secara tidak normal karena kawasan resapan air sudah mengalami kerusakan sangat parah. Permukaan tanah dan gambut hancur, DAS dan Sub DAS Kapuas sudah mengalami pendangkalan bahkan ada beberapa titik yang sudah menjadi daratan.
Adrian.
COMMENTS