Polemik Sengketa Lahan Pasar Semi Induk Pondokgede, Ahli Waris Ngadu ke Komisi II DPRD Kota Bekasi

BEKASI, RN – Polemik sengketa lahan Pasar Semi Induk Pondokgede terus bergulir. Pada Kamis (9/10/2025), Ahli waris Hadi Surya bi...

BEKASI, RN– Polemik sengketa lahan Pasar Semi Induk Pondokgede terus bergulir. Pada Kamis (9/10/2025), Ahli waris Hadi Surya bin Hamid Adah audensi dengan Komisi II DPRD Kota Bekasi, menuntut kejelasan atas implementasi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Agustin, juru bicara ahli waris, menyampaikan bahwa pihaknya menagih komitmen Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi untuk menyerahkan lahan seluas 4.500 meter persegi sesuai putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung yang telah diputuskan pada 17 April 2025. Dalam putusan tersebut, disebutkan bahwa lahan harus dikembalikan dalam kondisi kosong, bersih, dan tanpa syarat yang membebani penggugat.

"Pertanyaan kami sederhana serahkan lahannya. Dan Wali Kota Bekasi sudah menjawab surat kami. Tapi isi surat itu justru bertentangan dengan putusan pengadilan. Di atas lahan itu masih berdiri bangunan pasar yang dikerjasamakan dengan PT Kerta sejak 2020," tegas Agustin.

Menurutnya, jika Pemkot memilih jalur eksekusi sepihak, maka berpotensi menimbulkan konflik baru dan merugikan negara hingga Rp25 miliar akibat pembongkaran bangunan yang masih berdiri di atas lahan sengketa.

"Kami tidak menuntut pengrusakan aset, kami hanya meminta agar Pemkot membayar ganti rugi lahan agar sah menjadi milik negara. Ini langkah preventif agar tidak terjadi penyimpangan," imbuhnya.

Ia juga menyayangkan respons Pemkot Bekasi yang dinilai tidak akomodatif terhadap aspirasi ahli waris. Ia mengaku hanya mendapat waktu dua menit saat bertemu Wali Kota Tri Adhianto dan merasa diabaikan.

"Saya sudah berusia 75 tahun. Sebagai warga, saya merasa tidak dihormati. Pemerintah seharusnya bisa lebih santun terhadap rakyatnya," ujarnya dengan nada kecewa.

Lebih lanjut, ahli waris juga mengkritik surat jawaban dari Wali Kota Bekasi yang dinilai inkonsisten.

"Poin pertama menyebutkan penyerahan lahan, tapi di poin kedua membahas soal anggaran. Itu tidak sinkron. Kalau memang ingin menyerahkan, tentukan waktu yang jelas, karena ujungnya anggaran itu tetap harus disetujui DPRD," jelasnya.

Sampai saat ini, denda keterlambatan yang dikenakan kepada tergugat sebesar Rp5 juta per hari telah mencapai sekitar Rp1,65 miliar. Ahli waris juga mengingatkan bahwa dari total lahan HPL milik Pemkot seluas 5.779 meter persegi, hanya 4.500 meter persegi yang disengketakan. Sisanya, bukan bagian dari gugatan.

"Jangan semua disatukan dalam satu kebijakan. HPL dan lahan sengketa itu berbeda. Kami hanya ingin penyelesaian damai dan adil, bukan konflik berkepanjangan," kata Agustin.

Pihaknya pun mengancam akan melanjutkan gugatan ke Pengadilan Niaga jika tidak ada kejelasan, baik terhadap Pemkot Bekasi maupun PT Kerta.

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Komisi II DPRD Kota Bekasi, Evi Mafriningsianti, menyatakan pihaknya akan terus mengawal proses ini hingga tuntas.
"Pasti kita kawal agar ini selesai. Tuntutan ahli waris sesuai dengan keputusan PK bahwa harus ada ganti rugi atau pengembalian lahan," kata Evi.

Ia juga mengakui bahwa kendala teknis memang masih ada, karena di atas lahan tersebut berdiri bangunan pasar yang dibangun atas dasar perjanjian kerja sama.

"Permasalahan di atas lahan itu memang ada bangunan. Maka penyelesaiannya harus bertahap, baik kepada ahli waris maupun investor atau pengembang," tambahnya. (@nt)