Lingga (Dabo Singkep), RN Wakil Ketua I DPRD Lingga, Kamaruddin Ali, SH menyayangkan sikap DPRD Provinsi Kepri yang tidak peka terhada...
Lingga (Dabo Singkep), RN
Wakil Ketua I DPRD Lingga, Kamaruddin Ali, SH menyayangkan sikap DPRD Provinsi Kepri yang tidak peka terhadap perekonomian masyarakat Lingga. Stagmen ini dilontarkan karena melihat ditutupnya kran pertambangan di Lingga dari pengesahan Perda Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi Kepri yang justru menghambat laju perekonomian masyarakat Lingga.
“DPRD Provinsi Kepri berperan dan andil memiskinkan masyarakat Lingga dengan melemahkan perekonomian di Lingga. kerena tidak peka terhadap kelemahan-kelemahan daerah dan persoalan yang dihadapi daerah. Bukankah mereka (DPRD) yang ketuk palu, mereka yang setujui hal ini,” kata dia, Senin (04/09) malam di Daik Lingga.
Menurutnya potensi tambang di Lingga sangat besar dan sangat berpeluang menggali pundi-pundi ekonomi. Apalagi ada indikasi minyak bumi yang tersimpan di bumi Lingga. Sementara Perda Tata Ruang di Lingga sendiri juga jauh lebih tua umurnya dibanding Perda Tata Ruang Provinsi Kepri yang baru disahkan akhir-akhir ini. Putusan ini sangat jelas mengkebiri tata ruang Kabupaten Lingga. Sehingga dengan hasil pengesahan Perda tersebut oleh Provinsi Kepri, ekonomi di Lingga berjalan ditempat (stagnan).
Dari kacamata kepemimpinan, jelas dia hari ini mayarakat Lingga meratap karena kurang lahan yang mendongkrak ekonomi. Tidak tampak lagi geliat-geliat ekonomi yang digeluti masyarakat. Paket 16 yang diluncurkan Presiden RI, Joko Widodo tidak seirama dengan Perda yang dikeluarkan Provinsi Kepri. Sehingga menutup pintu dan peluang investasi untuk menghidupkan ekonomi di Kabupaten Lingga. Padahal diketahui paket 16 yang diumumkan Presiden itu, memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi investor untuk melakukan investasi di seluruh Indonesia tidak terkecuali di Kabupaten Lingga.
Seharusnya kata dia DPRD provinsi memahami undangan-undang pertambangan yang membolehkan menambang di lahan hutan dan lahan perkebunan rakyat, dengan melihat karakteristik daerah. Bukan malah mengambil inisiasi sebelah pihak, sehingga menyudutkan ekonomi pertambangan di Lingga.
“Jadi mereka tidak memperjuangkan kepentingan masyarakat. Kita bisa lihat, ketika tambang dibuka masih tampak geliat ekonomi, tetapi ketika provinsi menutup itu otomatis hari ini stagnan,” papar dia.
Politikus senior partai Golkar di Kabupaten Lingga ini menyorot tajam terkait belum adanya perubahan Perda RT RW ini. Sehingga dia meminta untuk dibentuk tim dalam mengevaluasi terkait permasalahan serius di Kabupaten Lingga ini terhadap RT RW Provinsi Kepri.
Dia juga mendukung langkah Bupati Lingga untuk mengambil sikap dalam upaya gugatan PK. Dengan harapan Bupati Lingga segera dan serius melakukan gugatan terkait RT RW provinsi Kepri ini.
“Kita dukung upaya Bupati. Nanti tim ini juga diharapkan dapat menyiapkan data-data dalam rangka melakukan gugatan PK ke Menteri Dalam Negeri, terhadap Perda Provinsi Kepri yang tidak membuka kran eksploitasi tambang di Kabupaten Lingga,” ucap dia.
Sebelumnya terkait masalah ini, sebagai pihak Legislatif bersama Bupati Lingga, dia sudah mendudukan dan membicarakan dengan DPRD provinsi Kepri yang dihadiri Ketua DPRD provinsi Kepri, Jumaga Nadeak. Saat itu pihak Provinsi memberi rentang waktu selama dua bulan untuk menyelesaikan. Namun setelah berjalan enam bulan, masalah perda RTRW ini belum juga terealisasi.
“Sudah kami lakukan. Mereka beri tenggang dalam waktu dua bulan, ternyata tidak. Seharusnya mereka memberikan pertimbangan kepada Gubernur atau memanggil Bupati hadir dan minta pertimbangan Bupati sebelum melakukan pengesahan itu. Itu sifat yang paling arif. Tidak ada kesan merugikan kita dengan mengambil keputusan sebelah pihak begini,” jelas dia dengan lantang.
Untuk itu mengenai ini, dia dengan tegas meminta DPRD Provinsi Kepri bertanggung-jawab terhadap kemiskinan yang lahir di Kabupaten Lingga akibat dari dampak Perda Penyusunan RT RW Provinsi Kepri. (R.AG)
“DPRD Provinsi Kepri berperan dan andil memiskinkan masyarakat Lingga dengan melemahkan perekonomian di Lingga. kerena tidak peka terhadap kelemahan-kelemahan daerah dan persoalan yang dihadapi daerah. Bukankah mereka (DPRD) yang ketuk palu, mereka yang setujui hal ini,” kata dia, Senin (04/09) malam di Daik Lingga.
Menurutnya potensi tambang di Lingga sangat besar dan sangat berpeluang menggali pundi-pundi ekonomi. Apalagi ada indikasi minyak bumi yang tersimpan di bumi Lingga. Sementara Perda Tata Ruang di Lingga sendiri juga jauh lebih tua umurnya dibanding Perda Tata Ruang Provinsi Kepri yang baru disahkan akhir-akhir ini. Putusan ini sangat jelas mengkebiri tata ruang Kabupaten Lingga. Sehingga dengan hasil pengesahan Perda tersebut oleh Provinsi Kepri, ekonomi di Lingga berjalan ditempat (stagnan).
Dari kacamata kepemimpinan, jelas dia hari ini mayarakat Lingga meratap karena kurang lahan yang mendongkrak ekonomi. Tidak tampak lagi geliat-geliat ekonomi yang digeluti masyarakat. Paket 16 yang diluncurkan Presiden RI, Joko Widodo tidak seirama dengan Perda yang dikeluarkan Provinsi Kepri. Sehingga menutup pintu dan peluang investasi untuk menghidupkan ekonomi di Kabupaten Lingga. Padahal diketahui paket 16 yang diumumkan Presiden itu, memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi investor untuk melakukan investasi di seluruh Indonesia tidak terkecuali di Kabupaten Lingga.
Seharusnya kata dia DPRD provinsi memahami undangan-undang pertambangan yang membolehkan menambang di lahan hutan dan lahan perkebunan rakyat, dengan melihat karakteristik daerah. Bukan malah mengambil inisiasi sebelah pihak, sehingga menyudutkan ekonomi pertambangan di Lingga.
“Jadi mereka tidak memperjuangkan kepentingan masyarakat. Kita bisa lihat, ketika tambang dibuka masih tampak geliat ekonomi, tetapi ketika provinsi menutup itu otomatis hari ini stagnan,” papar dia.
Politikus senior partai Golkar di Kabupaten Lingga ini menyorot tajam terkait belum adanya perubahan Perda RT RW ini. Sehingga dia meminta untuk dibentuk tim dalam mengevaluasi terkait permasalahan serius di Kabupaten Lingga ini terhadap RT RW Provinsi Kepri.
Dia juga mendukung langkah Bupati Lingga untuk mengambil sikap dalam upaya gugatan PK. Dengan harapan Bupati Lingga segera dan serius melakukan gugatan terkait RT RW provinsi Kepri ini.
“Kita dukung upaya Bupati. Nanti tim ini juga diharapkan dapat menyiapkan data-data dalam rangka melakukan gugatan PK ke Menteri Dalam Negeri, terhadap Perda Provinsi Kepri yang tidak membuka kran eksploitasi tambang di Kabupaten Lingga,” ucap dia.
Sebelumnya terkait masalah ini, sebagai pihak Legislatif bersama Bupati Lingga, dia sudah mendudukan dan membicarakan dengan DPRD provinsi Kepri yang dihadiri Ketua DPRD provinsi Kepri, Jumaga Nadeak. Saat itu pihak Provinsi memberi rentang waktu selama dua bulan untuk menyelesaikan. Namun setelah berjalan enam bulan, masalah perda RTRW ini belum juga terealisasi.
“Sudah kami lakukan. Mereka beri tenggang dalam waktu dua bulan, ternyata tidak. Seharusnya mereka memberikan pertimbangan kepada Gubernur atau memanggil Bupati hadir dan minta pertimbangan Bupati sebelum melakukan pengesahan itu. Itu sifat yang paling arif. Tidak ada kesan merugikan kita dengan mengambil keputusan sebelah pihak begini,” jelas dia dengan lantang.
Untuk itu mengenai ini, dia dengan tegas meminta DPRD Provinsi Kepri bertanggung-jawab terhadap kemiskinan yang lahir di Kabupaten Lingga akibat dari dampak Perda Penyusunan RT RW Provinsi Kepri. (R.AG)
COMMENTS