Tanjab Barat, RN Perusahaan swasta yang memenangkan tender proyek pembangunan jembatan masih menggunakan tabung gas LPG 3 kg bersubsidi...
Tanjab Barat, RN
Perusahaan swasta yang memenangkan tender proyek pembangunan jembatan masih menggunakan tabung gas LPG 3 kg bersubsidi untuk mengelas badan jembatan.
Kegiatan Pembangunan Jembatan Kabupaten Tanjab Barat itu menggunakan dana APBD Tahun Anggaran 2017, yang panjangnya berukuran sekitar 30-40 meter degan nilai kontrak Rp 2.886.300.000 milyar.
Kons. Pengawas CV. Dwi Talenta Design Konsultan tidak tanggung-tanggung, perusahaan besar ini selalu menggunakan tabung gas LPG 3 kg bersubsidi untuk menyelesaikan pekerjaannya mulai dari awal hingga selesai, diluar dari itu, jembatan yang dibangun nya untuk menahan beban coran 20 cm yaitu besi Habim 300 nya banyak yang bersambung-sambung tidak beraturan.
Pekerjaan jembatan tersebut tidak mengikuti aturan di dalam RAB, terkesan sambungan besi Habim 300 nya berantakan alias tidak ada kekuatan. Tidak ada satupun pengawas dari dinas terkait dan konsultan pengawas untuk menegurnya, agar mengikuti aturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. PT. Cahaya 7 Beradik ini memang kebal hukum karena selalu menyelesaikan pekerjaan semau-maunya saja.
Dengan alasan yang tidak masuk diakal, salah satu pekerja PT. Cahaya 7 Beradik yang enggan menyebutkan indentitasnya mengatakan, bahwa kalau membawa tabung gas yang 12 kg dan 50 kg non subsidi itu sangat sulit untuk dibawa ke lokasi pekerjaan, karena sangat jauh dari lokasi pekerjaan, katanya.
Alasan yang tidak masuk di akal, sedangkan besi jembatan yang beratnya ratusan ton saja bisa di bawanya ke lokasi pekerjaan, walaupun lokasinya sangat jauh, mustahil kalau cuma tabung gas yang non subsidi 12 kg atau 50 kg tidak bisa dia bawa ke lokasi pekerjaan. PT. Cahaya 7 Beradik ini sudah kangkangi aturan barang bersubsidi, padahal pengawasan dari dinas terkait dan konsultan pengawas sangat mengetahuinya apa-apa yang dilakukan oleh PT. Cahaya 7 Beradik ini di lokasi, karena pengawasan dari pihak terkait dan konsultan pengawas selalu hadir di lokasi kerja PT. Cahaya 7 Beradik tersebut.
Kekurangan dan kelebihan atau aturan yang sudah ditentukan sudah pasti pengawas dari dinas terkait dan konsultan pengawas sangat mengetahui semuanya, namun mereka semua hanya tutup mata, seakan-akan apa-apa yang dilakukan oleh PT. Cahaya 7 Beradik tidak ada masalah walaupun PT. Tersebut menggunakan barang- barang yang terlarang seperti barang yang bersubsidi.
Peraturan Mentri ESDM sudah jelas mengatakan, kalau perusahaan Swasta tidak dibenarkan untuk menggunakan barang-barang yang bersubsidi, aturan ini sudah ditetapkan dari tahun 2001-2009, barang siapa yang menyalahgunakan barang-barang bersubsidi maka mereka wajib menjalani peraturan yang sudah ditetapkan yaitu sebagai berikut, pasal 55 Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi juncto pasal 20 ayat 2 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian LPG juncto pasal 40 UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Ancaman pidana dalam pasal 55 UU Migas adalah pidana penjara maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 60 miliar. Sedangkan ancaman pidana dalam pasal 40 UU UMKM adalah penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.
Menurut Susanto Aktivis dari LSM Angkasa mengatakan, kalau memang yang dilakukan oleh PT. Cahaya 7 Beradik itu benar menggunakan tabung gas Lpg 3 Kg bersubsidi, berarti dia sudah berani menyalahi aturan yang sudah ditetapkan oleh kementrian ESDM, yang seperti ini jangan di biarkan, mana ada perusahaan besar seperti PT. Cahaya 7 Beradik ini dibenarkan untuk menggunakan barang-barang yang bersubsidi seperti tabung gas LPG 3 Kg.
Sekalipun mereka memakainya untuk memasak, kan mereka sudah perusahaan besar, jadi tidak dibenarkan untuk memakai barang-barang yang bersubsidi. Perusahaan besar ini tidak diperbolehkan menggunakan barang subsisdi karena PT tersebut sudah bonafit, artinya kemampuannya perusahaan ini sudah di atas standar.
Coba lihat, jembatan yang dikerjakannya itu nilainya saja sudah Milyaran, jadi PT ini tidak bisa menggunakan barang-barang yang bersubsidi, yang lebih baik lagi, secepatnya laporkan ke Pihak yang berwajib (Penegak Hukum), biar diberi pelajaran yang setimpal, agar mereka tidak semau-maunya menggunakan barang-barang yang terlarang sesuai dengan peraturan dari Kementrian dan pemerintah Daerah.
Perusahaan swasta yang memenangkan tender proyek pembangunan jembatan masih menggunakan tabung gas LPG 3 kg bersubsidi untuk mengelas badan jembatan.
Kegiatan Pembangunan Jembatan Kabupaten Tanjab Barat itu menggunakan dana APBD Tahun Anggaran 2017, yang panjangnya berukuran sekitar 30-40 meter degan nilai kontrak Rp 2.886.300.000 milyar.
Kons. Pengawas CV. Dwi Talenta Design Konsultan tidak tanggung-tanggung, perusahaan besar ini selalu menggunakan tabung gas LPG 3 kg bersubsidi untuk menyelesaikan pekerjaannya mulai dari awal hingga selesai, diluar dari itu, jembatan yang dibangun nya untuk menahan beban coran 20 cm yaitu besi Habim 300 nya banyak yang bersambung-sambung tidak beraturan.
Pekerjaan jembatan tersebut tidak mengikuti aturan di dalam RAB, terkesan sambungan besi Habim 300 nya berantakan alias tidak ada kekuatan. Tidak ada satupun pengawas dari dinas terkait dan konsultan pengawas untuk menegurnya, agar mengikuti aturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. PT. Cahaya 7 Beradik ini memang kebal hukum karena selalu menyelesaikan pekerjaan semau-maunya saja.
Dengan alasan yang tidak masuk diakal, salah satu pekerja PT. Cahaya 7 Beradik yang enggan menyebutkan indentitasnya mengatakan, bahwa kalau membawa tabung gas yang 12 kg dan 50 kg non subsidi itu sangat sulit untuk dibawa ke lokasi pekerjaan, karena sangat jauh dari lokasi pekerjaan, katanya.
Alasan yang tidak masuk di akal, sedangkan besi jembatan yang beratnya ratusan ton saja bisa di bawanya ke lokasi pekerjaan, walaupun lokasinya sangat jauh, mustahil kalau cuma tabung gas yang non subsidi 12 kg atau 50 kg tidak bisa dia bawa ke lokasi pekerjaan. PT. Cahaya 7 Beradik ini sudah kangkangi aturan barang bersubsidi, padahal pengawasan dari dinas terkait dan konsultan pengawas sangat mengetahuinya apa-apa yang dilakukan oleh PT. Cahaya 7 Beradik ini di lokasi, karena pengawasan dari pihak terkait dan konsultan pengawas selalu hadir di lokasi kerja PT. Cahaya 7 Beradik tersebut.
Kekurangan dan kelebihan atau aturan yang sudah ditentukan sudah pasti pengawas dari dinas terkait dan konsultan pengawas sangat mengetahui semuanya, namun mereka semua hanya tutup mata, seakan-akan apa-apa yang dilakukan oleh PT. Cahaya 7 Beradik tidak ada masalah walaupun PT. Tersebut menggunakan barang- barang yang terlarang seperti barang yang bersubsidi.
Peraturan Mentri ESDM sudah jelas mengatakan, kalau perusahaan Swasta tidak dibenarkan untuk menggunakan barang-barang yang bersubsidi, aturan ini sudah ditetapkan dari tahun 2001-2009, barang siapa yang menyalahgunakan barang-barang bersubsidi maka mereka wajib menjalani peraturan yang sudah ditetapkan yaitu sebagai berikut, pasal 55 Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi juncto pasal 20 ayat 2 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian LPG juncto pasal 40 UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Ancaman pidana dalam pasal 55 UU Migas adalah pidana penjara maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 60 miliar. Sedangkan ancaman pidana dalam pasal 40 UU UMKM adalah penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.
Menurut Susanto Aktivis dari LSM Angkasa mengatakan, kalau memang yang dilakukan oleh PT. Cahaya 7 Beradik itu benar menggunakan tabung gas Lpg 3 Kg bersubsidi, berarti dia sudah berani menyalahi aturan yang sudah ditetapkan oleh kementrian ESDM, yang seperti ini jangan di biarkan, mana ada perusahaan besar seperti PT. Cahaya 7 Beradik ini dibenarkan untuk menggunakan barang-barang yang bersubsidi seperti tabung gas LPG 3 Kg.
Sekalipun mereka memakainya untuk memasak, kan mereka sudah perusahaan besar, jadi tidak dibenarkan untuk memakai barang-barang yang bersubsidi. Perusahaan besar ini tidak diperbolehkan menggunakan barang subsisdi karena PT tersebut sudah bonafit, artinya kemampuannya perusahaan ini sudah di atas standar.
Coba lihat, jembatan yang dikerjakannya itu nilainya saja sudah Milyaran, jadi PT ini tidak bisa menggunakan barang-barang yang bersubsidi, yang lebih baik lagi, secepatnya laporkan ke Pihak yang berwajib (Penegak Hukum), biar diberi pelajaran yang setimpal, agar mereka tidak semau-maunya menggunakan barang-barang yang terlarang sesuai dengan peraturan dari Kementrian dan pemerintah Daerah.
COMMENTS