Lingga (Dabo Singkep), RN Yayasan Konservatori Seni Makyong Mude Ledang Balai Tuan Habeb akan tampil di panggung Perhelatan Memuliakan...
Lingga (Dabo Singkep), RN
Yayasan Konservatori Seni Makyong Mude Ledang Balai Tuan Habeb akan tampil di panggung Perhelatan Memuliakan Tamadun Melayu Antarbangsa di Daik nanti malam.
Acara yang menjadi penanggung jawab dari Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga merupakan asuhan bapak Said Parman, Kepala Bepelitbang Kabupaten Lingga.
Evi Imran Said Parman Pembina Yayasan KOnservatori Seni, mangatakan seni Makyong secara umum penyatuan pementasan drama musik dan lagu. Makyong banyak diambil dari sisi seni pewayangan.
Adapun judul yang diambil yakni Gunung Berintan yang akan ditampilkan dipentas utama kegiatan akbar di Daik.
“Insyaallah malam ini kita tampil, sebelumnya kita juga pernah pentas di Daik itu dilapangan Hangtuah,” ujar Isti Said Parman ini.
Mengenai Makyong muda menurutnya memang fokus membina anak muda untuk main Makyong. Meski berada di Daik, namun sanggar yang dibentuk seniman asal desa Sungai Pinang ini tetap rutin menjalani latihan di Tanjungpinang dan sering tampil bahkan pengelaran besar sekalipun.
“kita rutin latihan itu seminggu dua kali atau seminggu satu kali. Alhamdulillah kita juga pernah tampil di Jogjakarta dan sebagainya,” ujar dia
Dia katakan Yayasan Konservatori Seni ini pernah mendapat bantuan fasilitasi rumah budaya nusantara (RBN) dari Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemdikbud tahun 2015.
Tidak hanya di Tanjungpinang, Tahun 2018 pembinaan Makyong Muda direncakan aja digiatkan di Kabupaten Lingga.
“Insyaallah. Tahun 2018 kita coba Gita disini karena untuk penampilan malam ini ada 5 anak Daik yang ikut,” lanjut dia.
Sementara menurut Kemendikbud Makyong bukan sekadar teater rakyat. Beberapa bentuk kesenian Melayu, yakni seni peran, sastra lisan, musik, dan tari, bisa disimak dalam pentas makyong. Makyong sebagai salah satu cara menikmati hampir semua bentuk kebudayaan Melayu dalam
satu panggung.
Di Kepulauan Riau, makyong memang bukan satu-satunya teater rakyat yang dikenal. Di Lingga, Kepri, pernah hidup wayang bangsawan, sementara di Natuna ada Mendu. Namun, hanya makyong yang relatif lengkap merangkum dan menyajikan
bentuk-bentuk seni Melayu dalam satu panggung.
Makyong salah satu teater rakyat di tanah Melayu yang sudah hidup selama berabad-abad. Dimulai dari Thailand Selatan, Makyong menyebar hingga ke Indonesia. Setiap kali pentas, teater rakyat itu dibuka dengan musik dan dilanjutkan dengan lagu yang lebih menyerupai mantra. Selepas lagu disampaikan, sambil menari lebih dari 15 menit, barulah dialog dimulai. Dalam dialog, para pemain kerap berbalas pantun.
Makyong tak hanya merangkum seni Melayu dalam satu panggung. Perjalanan makyong dari Thailand ke Kepulauan Riau sekaligus jadi salah satu bahan kajian sejarah suku Melayu. Pernah jadi primadona di Thailand selatan dan Malaysia, kini makyong nyaris hilang di tanah kelahirannya itu. Di Thailand, makyong sulit bertahan. Bukan hanya karena dianggap kuno, melainkan karena makyong dianggap kebudayaan Melayu. Akibatnya, kurang diterima di Thailand.
Makyong sala satu teater rakyat di tanah Melayu yang sudah hidup selama berabad-abad. Dimulai dari Thailand Selatan, Makyong menyebar hingga ke Indonesia. Ironisnya, masyarakat Melayu Thailand kurang menerima makyong karena dianggap tak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Padahal, Melayu, saat ini, dianggap identik dengan Islam.
Alasan serupa juga pernah menenggelamkan makyong di Malaysia. Di sana, makyong dilarang karena pemain-pemain wanitanya memerankan tokoh pria. Selain itu, dalam cerita asli, ada bagian incest atau hubungan sedarah. Akibatnya, lebih dari satu dekade makyong dilarang. (R.AG)
Acara yang menjadi penanggung jawab dari Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga merupakan asuhan bapak Said Parman, Kepala Bepelitbang Kabupaten Lingga.
Evi Imran Said Parman Pembina Yayasan KOnservatori Seni, mangatakan seni Makyong secara umum penyatuan pementasan drama musik dan lagu. Makyong banyak diambil dari sisi seni pewayangan.
Adapun judul yang diambil yakni Gunung Berintan yang akan ditampilkan dipentas utama kegiatan akbar di Daik.
“Insyaallah malam ini kita tampil, sebelumnya kita juga pernah pentas di Daik itu dilapangan Hangtuah,” ujar Isti Said Parman ini.
Mengenai Makyong muda menurutnya memang fokus membina anak muda untuk main Makyong. Meski berada di Daik, namun sanggar yang dibentuk seniman asal desa Sungai Pinang ini tetap rutin menjalani latihan di Tanjungpinang dan sering tampil bahkan pengelaran besar sekalipun.
“kita rutin latihan itu seminggu dua kali atau seminggu satu kali. Alhamdulillah kita juga pernah tampil di Jogjakarta dan sebagainya,” ujar dia
Dia katakan Yayasan Konservatori Seni ini pernah mendapat bantuan fasilitasi rumah budaya nusantara (RBN) dari Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemdikbud tahun 2015.
Tidak hanya di Tanjungpinang, Tahun 2018 pembinaan Makyong Muda direncakan aja digiatkan di Kabupaten Lingga.
“Insyaallah. Tahun 2018 kita coba Gita disini karena untuk penampilan malam ini ada 5 anak Daik yang ikut,” lanjut dia.
Sementara menurut Kemendikbud Makyong bukan sekadar teater rakyat. Beberapa bentuk kesenian Melayu, yakni seni peran, sastra lisan, musik, dan tari, bisa disimak dalam pentas makyong. Makyong sebagai salah satu cara menikmati hampir semua bentuk kebudayaan Melayu dalam
satu panggung.
Di Kepulauan Riau, makyong memang bukan satu-satunya teater rakyat yang dikenal. Di Lingga, Kepri, pernah hidup wayang bangsawan, sementara di Natuna ada Mendu. Namun, hanya makyong yang relatif lengkap merangkum dan menyajikan
bentuk-bentuk seni Melayu dalam satu panggung.
Makyong salah satu teater rakyat di tanah Melayu yang sudah hidup selama berabad-abad. Dimulai dari Thailand Selatan, Makyong menyebar hingga ke Indonesia. Setiap kali pentas, teater rakyat itu dibuka dengan musik dan dilanjutkan dengan lagu yang lebih menyerupai mantra. Selepas lagu disampaikan, sambil menari lebih dari 15 menit, barulah dialog dimulai. Dalam dialog, para pemain kerap berbalas pantun.
Makyong tak hanya merangkum seni Melayu dalam satu panggung. Perjalanan makyong dari Thailand ke Kepulauan Riau sekaligus jadi salah satu bahan kajian sejarah suku Melayu. Pernah jadi primadona di Thailand selatan dan Malaysia, kini makyong nyaris hilang di tanah kelahirannya itu. Di Thailand, makyong sulit bertahan. Bukan hanya karena dianggap kuno, melainkan karena makyong dianggap kebudayaan Melayu. Akibatnya, kurang diterima di Thailand.
Makyong sala satu teater rakyat di tanah Melayu yang sudah hidup selama berabad-abad. Dimulai dari Thailand Selatan, Makyong menyebar hingga ke Indonesia. Ironisnya, masyarakat Melayu Thailand kurang menerima makyong karena dianggap tak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Padahal, Melayu, saat ini, dianggap identik dengan Islam.
Alasan serupa juga pernah menenggelamkan makyong di Malaysia. Di sana, makyong dilarang karena pemain-pemain wanitanya memerankan tokoh pria. Selain itu, dalam cerita asli, ada bagian incest atau hubungan sedarah. Akibatnya, lebih dari satu dekade makyong dilarang. (R.AG)
COMMENTS