Oku Selatan, RN Dengan luas wilayah 5.494 kilometer persegi dan jumlah penduduk 410.303 jiwa, OKU Selatan sebagian besar penduduknya b...
Oku Selatan, RN
Dengan luas wilayah 5.494 kilometer persegi dan jumlah penduduk 410.303 jiwa, OKU Selatan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Dan sebanyak 65.205 Kepala Keluarga, menggantungkan mata pencahariannya dengan bertani kopi.
Areal perkebunan kopi di OKU Selatan berjumlah 70.799 hektare, dengan hasil panen sekitar 39.935 ton per tahun. Dengan kata lain, produktivitas petani kopi OKU Selatan hanya 0,62 ton per hektare per tahun.
Dan ini, adalah produktivitas perkebunan kopi terendah di Indonesia. Karena secara nasional, produktivitas perkebunan kopi sebesar 1,29 ton per tahun. Apalagi bila kita bandingkan dengan produktivitas kebun kopi di negara lain, seperti Vietnam misalnya yang mencapai 2 ton per hektare/ per tahun.
Untuk perkebunan lada, di OKU Selatan terdapat 4.547 hektare, dengan jumlah produksi 3.960 ton per tahun. Dari jumlah kebun lada ini, rata rata adalah diversifikasi dari kebun kopi.
Perkebunan lada di OKU Selatan, rata-rata diversifikasi dari kebun kopi. Para petani kopi menggunakan lada sebagai pohon pelindung.
Permasalahan yang dihadapi kebun kopi di OKU Selatan, antara lain, kebun kopi yang sudah tua. Rata rata usia kebun kopi yang ada di OKU Selatan di atas 40 tahun. Bahkan, ada yang mencapai 80 tahun, yaitu kebun kopi peninggalan penjajahan Belanda yang ada di daerah Banding Agung dan Gunung Raya. Idealnya, usia kebun kopi tidak lebih dari 20 tahun ungkap Ir. Asep Sudarno, MEP Kepala Dinas Pertanian Kabupaten OKU Selatan
Penanganan pasca panen belum baik, juga menjadi masalah. Petani masih banyak yang memanen buah kopi yang belum masak, dan menjemurnya di jalan jalan raya. Sehingga kualitas biji kopi yang dihasilkan menjadi rendah.
Masalah lainnya, yaitu penurunan atau degradasi kualitas lahan, akibat penggunaan bahan kimia berlebihan. Petani belum terbiasa menggunakan pupuk organik untuk meningkatkan kapasitas produksi mereka.
Harga di tingkat petani juga rendah, karena kualitas biji kopi yang dihasilkan petani tidak maksimal.
Kekurang pahaman petani terhadap kualitas kopi yang diinginkan eksportir, serta lemahnya kelembagaan petani.
Dinas pertanian Kabupaten OKU Selatan, saat ini telah dilakukan intensifikasi lahan perkebunan kopi. Tetapi jumlahnya masih di bawah 10 persen
Untuk meningkatkan penghasilan para petani, juga telah diversifikasi lahan perkebunan kopi dan perkebunan lada dan jumlahnya pun baru mencapai 23 persen.
Hal ini tidak terlepas dari dukungan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, bersama stake holder terkait seperti NGO Hanns R. Neumann Stiftung (HRNS).
Dukungan pemerintah provinsi Sumatera Selatan lainya, yaitu setifikasi bibit kopi unggul lokal bersama Balai Tanaman Industri (BALITRI) di Sukabumi, Jawa Barat serta pembinaan kebun kopi organik yang terdapat di dua desa, yaitu desa Pekuolan kecamatan Buay Rawan, dan desa Bedeng Tiga Kecamatan Warkuk Ranau Selatan.
Agar penghasilan petani kopi dan lada di OKU Selatan, semakin meningkat perlu dilakukan hal-hal berikut, antara lain :
Areal perkebunan kopi di OKU Selatan berjumlah 70.799 hektare, dengan hasil panen sekitar 39.935 ton per tahun. Dengan kata lain, produktivitas petani kopi OKU Selatan hanya 0,62 ton per hektare per tahun.
Dan ini, adalah produktivitas perkebunan kopi terendah di Indonesia. Karena secara nasional, produktivitas perkebunan kopi sebesar 1,29 ton per tahun. Apalagi bila kita bandingkan dengan produktivitas kebun kopi di negara lain, seperti Vietnam misalnya yang mencapai 2 ton per hektare/ per tahun.
Untuk perkebunan lada, di OKU Selatan terdapat 4.547 hektare, dengan jumlah produksi 3.960 ton per tahun. Dari jumlah kebun lada ini, rata rata adalah diversifikasi dari kebun kopi.
Perkebunan lada di OKU Selatan, rata-rata diversifikasi dari kebun kopi. Para petani kopi menggunakan lada sebagai pohon pelindung.
Permasalahan yang dihadapi kebun kopi di OKU Selatan, antara lain, kebun kopi yang sudah tua. Rata rata usia kebun kopi yang ada di OKU Selatan di atas 40 tahun. Bahkan, ada yang mencapai 80 tahun, yaitu kebun kopi peninggalan penjajahan Belanda yang ada di daerah Banding Agung dan Gunung Raya. Idealnya, usia kebun kopi tidak lebih dari 20 tahun ungkap Ir. Asep Sudarno, MEP Kepala Dinas Pertanian Kabupaten OKU Selatan
Penanganan pasca panen belum baik, juga menjadi masalah. Petani masih banyak yang memanen buah kopi yang belum masak, dan menjemurnya di jalan jalan raya. Sehingga kualitas biji kopi yang dihasilkan menjadi rendah.
Masalah lainnya, yaitu penurunan atau degradasi kualitas lahan, akibat penggunaan bahan kimia berlebihan. Petani belum terbiasa menggunakan pupuk organik untuk meningkatkan kapasitas produksi mereka.
Harga di tingkat petani juga rendah, karena kualitas biji kopi yang dihasilkan petani tidak maksimal.
Kekurang pahaman petani terhadap kualitas kopi yang diinginkan eksportir, serta lemahnya kelembagaan petani.
Dinas pertanian Kabupaten OKU Selatan, saat ini telah dilakukan intensifikasi lahan perkebunan kopi. Tetapi jumlahnya masih di bawah 10 persen
Untuk meningkatkan penghasilan para petani, juga telah diversifikasi lahan perkebunan kopi dan perkebunan lada dan jumlahnya pun baru mencapai 23 persen.
Hal ini tidak terlepas dari dukungan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, bersama stake holder terkait seperti NGO Hanns R. Neumann Stiftung (HRNS).
Dukungan pemerintah provinsi Sumatera Selatan lainya, yaitu setifikasi bibit kopi unggul lokal bersama Balai Tanaman Industri (BALITRI) di Sukabumi, Jawa Barat serta pembinaan kebun kopi organik yang terdapat di dua desa, yaitu desa Pekuolan kecamatan Buay Rawan, dan desa Bedeng Tiga Kecamatan Warkuk Ranau Selatan.
Agar penghasilan petani kopi dan lada di OKU Selatan, semakin meningkat perlu dilakukan hal-hal berikut, antara lain :
- Perlunya rehabilitasi kebun kopi dan lada masyarakat, agar terjadi peningkatan produksi setiap tahun. Hal ini tidak dapat dilakukan sendiri oleh Pemerintah Kabupaten OKU Selatan, karena terbatasnya anggaran yang ada.
- Bantuan penyediaan bibit kopi dan bibit lada yang baik dan unggul.
- Dibentuknya kelembagaan petani kopi, seperti koperasi, kebun percontohan, pusat pembibitan kopi dan lada.
- Pembinaan budidaya pertanian kopi yang baik melalui program Good Agriculture Practice (GAP), dan Handling Agriculture Practice (HAP).
Rehabilitasi kebun kopi adalah pilihan utama, untuk mensejahterakan petani kopi dan lada di OKU Selatan. Dan rehabilitasi kebun kopi tidak dapat dilakukan oleh pemerintah Kabupaten OKU Selatan sendiri, karena terbatasnya anggaran. Dengan penduduk yang 80 persen bermata pencaharian bertani, terutama bertani kopi, maka OKU Selatan idealnya memperioritaskan sektor pertanian melalui perkebunan kopi untuk mensejahterakan rakyatnya. (Bbg~OS)
COMMENTS