PERBUP NO. 40/2018, KEPALA DESA TERJERAT “KORUPSI” BERJAMA’AH

Takalar, RN            Bupati Takalar H. Syamsari Kitta menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 40 Tahun 2018 pada tanggal 02 F...

Takalar, RN           

Bupati Takalar H. Syamsari Kitta menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 40 Tahun 2018 pada tanggal 02 Februari 2018 yang berakibat buruk bagi semua kepala desa yang ada di Kabupaten Takalar. Sangat disayangkan dibalik penerbitan Perbup tersebut, sang Bupati tidak mengindahkan instruksi presiden dalam pidatonya “para kepala daerah, baik Bupati maupun Gubernur jangan terlalu banyak mengeluarkan aturan”. Syamsari dalam hal ini telah menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya sebagai Bupati karena jabatan yang di sandang dengan seenaknya mengotak-atik Anggaran Dana Desa (ADD). Fungsi dan tugasnya di salahgunakan.           

Bupati  sebagai bagian dari Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) tidak berfungsi. Bukti konkritnya adalah Anggaran Dana Desa (ADD) dan Alokasi Anggaran Dana Desa (ADD) Kabupaten Takalar untuk tahap pertama cair di akhir Juni 2018 sekarang sudah bulan Agustus 2018 untuk pencairan tahap kedua namun tak kunjung cair.

Mengapa hal ini bisa terjadi??? Hasil investigasi, observasi, wawancara dan dokumentasi tim Radar akhirnya terungkap. Belum genap setahun umur pemerintahan Syamsari Kitta, janji kampanye yang dituangkan dalam “22 Janji SK-DH” tidak ditepati.

Miris nasib bagi kepala desa. Pada bulan januari  2018, 76 Kepala Desa di Kabupaten Takalar telah memasukkan RAPBDes dan namun pada bulan Februari semuanya di kembalikan ke masing-masing Desa seraya menunggu Peraturan Bupati. Namun, apa yang tertuang dalam RAPBDes yang dihasilkan dan dirumuskan  bersama melalui musyawarah desa ternyata mengalami perubahan dan sengaja dirubah.

Februari 2018 terbit Peraturan Bupati Takalar No. 40/2018 yang di dalamnya tertuang 10 poin yang sebagian besar berisi program Bupati yang dimasukkan ke dalam Program Desa yang bernilai kurang lebih 13 milyar. Di balik penerbitan Perbup tersebut, membuat kepala desa di Kabupaten Takalar bingung dan tak tahu arah harus bagaimana mengambil sikap. Menurut kepala desa hanya ada satu jalan mengikuti kata pemimpin yang "diktator". Meski kepala desa menyadari  hal ini adalah perbuatan salah karena tidak sesuai dengan Permendes No. 19 Tahun 2017 yang terdiri dari 22 pasal, di mana anggaran dana desa yang bersumber dari APBN ini memang diperuntukkan untuk kesejahteraan masyarakat dengan skala perioritas yang ada di desa sesuai dengan musyawara desa. Geram melihat kebijakan dan tindakan yang dilakukan Bupati Takalar yang sulit ditemui, Tim radar melansir pemberitaan yang dimuat pada edisi yang lalu pada website http://www.radarnusantara.com dengan judul “KPK Diminta Periksa Anggaran Dana Desa Kabupaten Takalar 13.074.076.000 , Dirampok Bersama-sama”

Hasil penulusuran dan investigasi yang dilakukan Tim Radar dari salah seorang sumber yang tidak mau disebutkan namanya mengungkapkan “semua yang ada di Perbup No. 40/2018 itu tidak benar dan kami anggap salah karena tidak di musyawarakan sebelumnya melalui Rapat Musyawarah Desa yang dituangkan dalam RAPDes dan ternyata apa yang tercantum dalam Perbup tersebut bukan skala perioritas yang ada di desa”, Katanya.

Informan lain, salah seorang kepala desa yang sempat terekam oleh wartawan Radarnusantara mengatakan “RAPBDes kami tidak mau ditandatangani Bupati kalau tidak memasukkan 10 poin sebagaimana yang termaktub dalam Perbup tersebut. Dengan sangat terpaksa kami ikut merubah RAPBDES kami", katanya dengan nada pasrah.

Di tempat lain, tepatnya di salah satu rumah makan coto makassar yang ada di Galesong, Bupati Takalar Syamsari Kitta terkesan tidak merasa berdosa  dan melakukan penyimpangan ketika salah seorang yang turut dalam rombongan mempertanyakan perihal pemberitaan di media radarnusantara, dengan entengnya mengatakan "untuk apa saya koment, toh hal yang saya tidak lakukan". Inikah pernyataan seorang pemimpin yang patut di contoh?

Sudah terlalu banyak sumber dan dokumentasi yang diperoleh Tim Radar Nusantara untuk dapat dikonfrontirkan ke Bupati Takalar terkait Perbup No. 40/2018. Namun, sang Bupati sulit ditemui dan seakan cuci tangan terhadap yang dikeluarkan kepada semua kepala desa di Kabupaten Takalar. Lantas apakah setelah pemberitaan yang nantinya akan mengerucut ke depan akan memaksa kepala desa harus berhadapan dengan jalur hukum yang berujung ke jeruji besi? (Rosna)