Trauma, Belum Ada Aksi Lanjutan Tolak Omnibus Law di Pontianak

Pontianak (Kalbar), RN. Menurut Ketua Solidaritas Mahasiswa dan Pemuda Pengemban Amanat Rakyat (Solmadapar), pihaknya bersama Aliansi Mahasi...

Pontianak (Kalbar), RN.

Menurut Ketua Solidaritas Mahasiswa dan Pemuda Pengemban Amanat Rakyat (Solmadapar), pihaknya bersama Aliansi Mahasiswa Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera) Kalimantan Barat, belum merencanakan aksi lanjutan Aksi Tolak Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja.

"Untuk saat ini kami dari Aliansi Ampera ataupun Solmadapar sendiri belum ada merencanakan aksi lanjutan, jika pun ada kami akan melakukan kegiatan Rapat Konsolidasi untuk mematangkan konsep setting aksi yang akan digelar," kata Angga Marta, di salah satu Cafe Kota Pontianak, Rabu 4 November 2020, Pukul 17.30 s/d 19.00 WIB.

Lanjut Ketua Solmadapar, menyampaikan, Aksi belum ada direncanakan dikarenakan sebagian mahasiswa masih trauma atas sikap Represif Aparat Keamanan dan sebagian ada yang pulang kampung. Pihak Mahasiswa sangat menyayangkan tindakan Represif Aparat Keamanan dalam mengamankan massa aksi, jika ingin mengamankan silahkan amankan bukan sepanjang jalan di pukuli. 

"Itu bukan Hoax, kami tanya langsung kepada korban yang mendapat perlakuan kasar oleh aparat dalam mengamankan massa aksi, bahkan 2 mahasiswa harus menjalani perawatan di RS. Bhayangkara," tegas Angga.

Terkait peringatan Sumpah Pemuda ke-92 dan aksi demo Tolak Omnibus Law yang berujung ricuh di Bundaran Digulis Kota Pontianak pada hari Rabu, 28 Oktober 2020, menurut Ketua Solmadapar, apa yang disampaikan oleh Polda sangat bertolak belakang dengan apa yang sebenarnya terjadi dilapangan. Jika memang ada massa yang bersikap provokatif silahkan diamankan tapi jangan gunakan kekerasan fisik, kami dalam melakukan aksi tidak seperti di wilayah lain, dalam aksi kami tidak pernah membawa senjata, tongkat ataupun batu.

"Wilayah Kalbar ini dalam melakukan aksi sangat berbeda dengan wilayah lain, kami dalam melakukan aksi tidak pernah berniat untuk bertindak anarkis bahkan kami dari Solmadapar lah yang menjadi penghalang jika ada kelompok lain diluar mahasiswa yang ingin mendompleng aksi-aksi yang dilakukan oleh mahasiswa," ujarnya.

Memang ada anggapan dari sebagian besar mahasiswa bahwa kehadiran aparat ataupun jika di hubungi aparat adalah upaya untuk menggembosi ataupun mencegah dilakukannya aksi sehingga terkadang jika mereka dihubungi tidak akan menghiraukan. 

"Kadang juga kita merasa risih jika dalam rapat konsolidasi yang kami lakukan ada keikutsertaan aparat keamanan namun kedepan kami akan informasikan hasil dari rapat konsolidasi yang kami lakukan," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya dengan judul, Kapolda Kalbar Temui Rektor Untan, Jubir : Sayangkan Tindakan Represif. 

Dalam rilis yang disampaikan oleh Kabid Humas Polda Kalbar kepada beberapa media pada hari Kamis 29 Oktober 2020, menyampaikan bahwa saat pelaksanaan Aksi tidak ada tindakan Represif yang dilakukan oleh pihak Kepolisian, dalam aksi tersebut dua orang mahasiswa pengunjuk rasa yang dirawat di RS Bhayangkara bukan karena tindakan kekerasan dan pemukulan dari aparat Kepolisian, ia memastikan bahwa informasi tersebut tidak benar. Menurut Kambes Pol Donny Charles Go, kedua Mahasiswa yang dirawat tersebut karena sakit typus dan satu orang sakit bawaan asma. 

Diketahui, dalam catatan www.radarnusantara.com, penolakan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja telah terjadi dimana-mana sejak Februari sampai Rabu, 4 November 2020. Penolakan tersebut dilakukan oleh berbagai kalangan elemen masyarakat.

Penolakan Omnibus Law tersebut karena dinilai tidak berpihak kepada masyarakat kalangan menengah ke bawah. Namun, penolakan yang dilakukan dengan berbagai aksi selama ini tidak menyurutkan Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo untuk tetap menandatangani Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja pada hari Senin, 2 November 2020, dimana sebelumnya sudah disahkan oleh DPR RI pada Senin, 5 Oktober 2020, malam.

Tim/Adrian.