Semarang,RN Menyikapi perkembangan terkait persepsi publik atas peran Apoteker Dalam Pemberian Obat atau Pengobatan yang viral pasca RDPU DP...
Semarang,RN
Menyikapi perkembangan terkait persepsi publik atas peran Apoteker Dalam Pemberian Obat atau Pengobatan yang viral pasca RDPU DPR RI Komisi VI Asosiasi Apoteker dan Gabungan Pedagang Farmasi pada (2/2/2022) kemarin.
Hari Minggu (6/2) melalui press release kepada media, dr. Dody Suhartono, Sp.KK., M.H. selaku Kabid Ilmiah & Ditlitbang Perdahukki (Perhimpunan Dokter Ahli Hukum Kedokteran dan Kesehatan Indonesia) Wilayah Jawa Tengah.
"Selalu mendukung program-program yang baik dari pemerintah serta mengapresiasi atas upaya yang telah dilakukan oleh Wakil Rakyat & Pemerintah"
Namun masyarakat kita yang majemuk ini sangat perlu diberikan edukasi dan mendapatkan informasi yang benar dan tepat, mari kita semua turut mengedukasi masyarakat dengan baik dan benar fokus pada keselamatan masyarakat, keselamatan rakyat diatas segalanya.
Dari pertanyaan publik yang berkembang maka ada tiga pertanyaan publik yaitu satu dari konteks kebijakan Pemerintah terkait regulasi yang mengaturnya.
Serta yang ke dua bagaimana implementasi dan penerapan regulasi tersebut di lapangan, dan yang selanjutnya adalah Bagaimana proses penegakan hukumnya ?
Agar kita sebagai masyarakat awam dan profesi mendapatkan kemanfaatan, keadilan serta kepastian hukum.
Sekali lagi tulisan ini merupakan tinjauan atas pentingnya pemahaman terhadap kompetensi profesional dalam melayani pengobatan bagi masyarakat.
Lagi-lagi bukan hendak melawan pernyataan dari siapapun yang kebetulan berbeda pandangan, namun bersifat melengkapi sebuah pandangan agar dapat lebih mudah dipahami oleh masyarakat.
Dalam releasenya dijelaskan pula bahwa kita sepakat untuk mengedepankan aspek perlindungan masyarakat, manfaat, dan profesionalitas.
1. Apoteker memberikan obat kepada pasien, itu benar, Apoteker memiliki kompetensi tentang obat, bahan obat, pembuatan, dan peracikan, itu juga benar.
2. Tetapi ketika kebenaran tersebut dipakai untuk menggiring suatu pemahaman, bahwa apoteker dapat memberikan obat kepada masyarakat yang sakit, ini harus dijelaskan dan perlu untuk diluruskan...
Akan menjadi lebih kacau lagi, bila memunculkan salah kaprah, bahwa demi kelancaran masyarakat dalam memperoleh obat, maka pengertian pemberian obat disamakan dengan pengobatan masyarakat atau pasien.
3. Seperti diketahui, terdapat berbagai kualifikasi sakit dalam konteks keluhan masyarakat, yang merujuk kepada berbagai diagnosis penyakit tertentu.
Dalam kasus seperti ini, di mana pemberian obat membutuhkan pengobatan, dan pengobatan membutuhkan diagnosis, ya tentu saja harus datang konsultasi ke dokter lebih dulu. Jadi, datang berobat ke dokter, bukan berarti membuat menghambat kelancaran pelayanan yang diberikan kepada pasien.
4. Berikutnya terdapat pula kualifikasi obat dalam konteks penjualan, kasiat, dan golongannya.
Terdapat golongan obat, antara lain obat bebas, obat keras bebas terbatas, obat keras, golongan narkotika.
Dalam konteks pemberian obat, tidak semua golongan obat tersebut dapat diberikan begitu saja secara bebas oleh seorang apoteker tanpa adanya peresepan dari dokter.
Kembali kepada kepentingan pasien, apotekerpun harus mampu, jujur, dan sadar, bahwa kesembuhan pasien di antaranya berasal dari pengobatan yang sesuai dengan penyakitnya.
Sehingga, agar pengobatan yang diberikan tepat, maka haruslah terlebih dulu sesuai dengan diagnosisnya.
Untuk mengetahui diagnosis, kepada dokterlah pasien itu dirujuk, karena hanya dokter yang memiliki kompetensi profesional untuk mendiagnosis penyakit pasien, maka menjadi penting untuk saling bersinergi.
5. Kembali kepada pernyataan tentang kewenangan apoteker dalam memberikan obat.
Dengan demikian, apabila memang menghendaki pernyataan yang mendidik dan berfokus pada keselamatan masyarakat, maka dibutuhkan pernyataan yang lengkap, utuh, dan jelas sehingga masyarakat penerima informasi teredukasi dengan benar dan tepat, terlindungi, dan dapat mengambil manfaat terbaik dari pelayanan pengobatan, serta meminimalkan resiko dan dampak reaksi dari masyarakat dan dunia profesi.
6. Obat, dalam konteks zat kimia, itu kompetensi keahliannya memang dipegang oleh apoteker, termasuk bahan obat, komposisi, membuat, meracik, dan sebagainya, ...
7. Namun yang menjadi penting dan perlu juga dicermati bahwa Obat dalam konteks fungsinya untuk menyembuhkan, memperbaiki, dan/atau mempengaruhi penyakit dan/atau tubuh dan/atau fungsi tubuh, itu kompetensi keahliannya dipegang oleh dokter.
8. Secara ontologis dan epistemologis, terdapat perbedaan yang jelas dan mendasar antara pengertian pengobatan dengan pemberian obat.
Pengobatan adalah suatu kegiatan yang memiliki konstruksi dan prosedur yang jelas berdasarkan diagnosis.
Pengobatan atau mengobati adalah bagian dari penatalaksanaan pasien, yang menjadi kompetensi dokter, berdasarkan diagnosis penyakit yang ditemukan dari gejala dan tanda pada pasien.
Sedangkan pemberian obat dalam konteks alur pelayanan, merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker kepada pasien, setelah menerima resep dari dokter dan mempersiapkannya.
Tentu saja, berbeda untuk obat bebas, yang alurnya tidak perlu melalui resep dokter.
9. Dalam pengertian universal obat adalah semata-mata merupakan zat kimia, sebelum berjumpa dan berfungsi dengan sasaran dalam hal ini adalah penyakit, tubuh, dan fungsi tubuh.
Dikatakan sebagai obat, ketika zat kimia tersebut berjumpa dengan sasaran (penyakit, tubuh, fungsi tubuh), dan mempengaruhinya (menyembuhkan, meringankan gejala, membunuh agent penyakit, dan sebagainya).
Pemahaman ini harus disinergikan, harus sama dulu di berbagai bidang, sektor, dan dalam berbagai tataran.
10. Seruan oleh tokoh masyarakat atau tokoh berpengaruh, dapat saja berpotensi menimbulkan dampak keresahan bagi masyarakat, dunia farmasi, dan medis.
Maksud pernyataan yang baik harus disertai dengan cara yang benar dan baik, penjelasan yang lengkap, representatif, dan dapat dimengerti oleh masyarakat awam, dengan seminimal mungkin menimbulkan risiko keresahan bagi masyarakat dan profesional.
11. Mari bersama-sama kita turut mengedukasi masyarakat dengan benar dan fokus pada kepentingan keselamatan masyarakat. Artinya kepentingan masyarakat tidak perlu dicampuradukkan dengan kepentingan-kepentingan lain selain daripada focus kita bersama untuk memberikan edukasi tentang pentingnya keselamatan masyarakat, sehingga tidak mengaburkan pesan penting dari edukasinya.
Sumber : dr. Hansen, SH., M.H Ketua Perdahukki Jawa Tengah (L/J)
COMMENTS