Manokwari, RM Sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Ch Warinussy i...
Manokwari, RM
Sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Ch Warinussy ingin membuat refleksi hukum sehubungan peringatan usia ke-39 dari Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tanggal 31 Desember 2020 besok. Semenjak ditetapkan di Jakarta tanggal 31 Desember 1981 (39 tahun lalu), KUHAP yang disebut sebagai "karya agung" anak bangsa Indonesia semenjak 17 Agustus 1945 (36 tahun lalu) dihasilkan atas dasar pemikiran bahwa Indonesia sebagai Negara Hukum (recht staat). Yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin prinsip persamaan di depan hukum (equality before the law). Selain itu, untuk menjawab tuntutan pemenuhan tujuan pembangunan hukum yaitu melakukan pembaharuan kodifikasi (pembukuan) serta unifikasi (penyatuan) hukum. Berkenaan dengan itu, di Tanah Papua dan Indonesia pada umumnya, kata Warinussy "saya" melihat bahwa pelaksanaan pemenuhan cita para pembuat undang undang (wet gever) dalam menghadirkan KUHAP belum sepenuhnya dilaksanakan dalam praktek.
"Saya ingin memberi contoh di Papua Barat, khususnya dalam kasus pemenuhan hak-hak seorang atau lebih tersangka pidana sesuai amanat pasal 54, pasal 55 dan pasal 56 KUHAP belum dilaksanakan secara baik. Bahkan terkesan ada upaya "sistematis" penyidik dan penuntut umum dalam "memenuhi" amanat kedua pasal tersebut. Misalnya, dalam perkara dugaan tindak pidana pembunuhan yang didakwa kepada Yogor Telenggen alias Kartu Kuning Yoman tahun 2018 dan disidangkan perkaranya di Pengadilan Negeri (PN) Manokwari.
Sebagai seorang Advokat , Warinussy menduga karena penyidik "memahami" status Yogor selaku salah satu anggota Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN OPM) atau "diistilahkan" sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Sehingga, Yogor ketika diperiksa di Polda Papua sama sekali tidak didampingi oleh seorang atau lebih Pengacara atau Penasihat Hukum menurut sebutan dalam pasal 1 angka 13 KUHAP. Padahal amanat pasal 54, pasal 55 dan pasal 56 KUHAP jelas menyebutkan bahwa guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dannpada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam KUHAP (pasal 54 KUHAP).
Dimana tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya sebagai diatur dalam pasal 55 KUHAP.
Tapi jika tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana mati atau pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu dan tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkatan pemeriksaan (penyidik, penuntut umum dan hakim) dalam proses peradilan wajib menunjuk Penasihat Hukum bagi mereka. Hukumnya adalah wajib bagi pejabat pada semua tingkatan. Hal itu memberi "sinyal" bagi majelis hakim PN.Manokwari ketika itu untuk menyatakan "dakwaan penuntut umum dalam perkara Yogor Telenggen alias Kartu Kuning Yoman tidak dapat diterima".
Itulah sebabnya, Telenggen yang dituntut hukuman mati oleh Jaksa dipidana hakim untuk menjalankan hukuman pidana badan seumur hidup saat ini di Lapas Kelas IA Makassar. Hal yang sama diduga terjadi pula dalam dugaan tindak pidana pembunuhan terhadap anggota Brimob Bripda Mesak Viktor Pulung April 2020 di base camp perusahaan HPH PT.Wana Galang Utama (WGU) di Kabupaten Teluk Bintuni.
Dua pemuda, masing-masing Frans Aisnak (pemilik ulayat) dan Pontius Wakom (anggota Satpol PP Kabupaten Maybrat) kemudian "ditangkap" dan akhirnya duduk terpekur di kursi pesakitan sebagai "pelaku tindak pidana" tersebut. Keduanya juga selama penyidikan di Polres Teluk Bintuni dan Polres Sorong Selatan tidak didampingi Penasihat Hukum (PH) sebagai disyaratkan dalam KUHAP. Bahkan untuk "menguatkan" berita acara pemeriksaan (BAP) tersangka Frans Aisnak dan atau Pontius Wakom, maka entah atas usul siapa? Di dalam BAP kedua tersangka penyidik yang memeriksa keduanya saling memberi keterangan dan menandatangani keterangan sebagai saksi.
Yaitu penyidik Imanuel Arwan menjadi saksi karena mengambil keterangan Pontius Wakom selaku Tersangka/Terdakwa Pontius Wakom.
Lalu penyidik Deni Simanjuntak sebagai saksi karena dia memeriksa Tersangka/Terdakwa Frans Aisnak. Padahal dalam fakta di persidangan kedua terdakwa kedua tersangka/terdakwa sama sekali tidak pernah didampingi oleh Penasihat Hukum bernama Daniel Balubun. Sementara yang bersangkutan (Advokat Daniel Balubun) sama sekali tidak pernah mendampingi kedua terdakwa.
Apalagi yang "menarik" ketika Pontius Wakom diperiksa sebagai tersangka pada hari Kamis, 24 April 2020 di Polres Sorong Selatan di Teminabuan kok ada tanda tangan Advokat Daniel Balubun selaku Penasihat Hukum. Padahal Pontius selaku tersangka/terdakwa di depan sidang mengaku bahwa dirinya tak pernah didampingi Penasihat Hukum itu. Bahkan baik Pontius Wakom maupun Frans Aisnak sendiri sama sekali tidak pernah mengenal PH Daniel Balubun tersebut. Sehingga mengenal yang namanya Advokat Daniel Balubun juga keduanya tidak sama sekali mengenalnya.
Tapi sayang sekali, karena keduanya telah dijatuhi pidana penjara 8 (delapan) dan 10 tahun. Sama sekali Majelis Hakim Pidana Nomor 152 dan 153 di PN.Manokwari tidak menghiraukan aspek formal mengenai tak terpenuhinya hak kedua tersangka/terdakwa didampingi PH sesuai amanat pasal 54, pasal 55 dan pasal 56 KUHAP. Di sisi lain, masih seringkali seorang tersangka perkara pidana di kepolisian (Polsek, Polres atau Polda) terkesan "dipaksa" menerima kehadiran seorang atau lebih PH untuk mendampingi mereka dalam perkaranya.
Kemudian sama sekali saya sebagai Advokat tidak pernah mendengar bahwa para PH yang ditunjuk itu memperoleh dukungan biaya jasa atas tindakan profesi pemberian bantuan hukum baginya.
Menjelang peringatan 39 Tahun Usia UU RI No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP, kiranya penghormatan dan perlindungan HAM menjadi hal mendasar yang diberi tempat dalam konteks implementasinya demi kepentingan penegakan hukum di Indonesia, Tanah Papua (Papua dan Papua Barat) di tahun 2021 mendatang. Tuti
COMMENTS