Negara Kalah? Haji Yudik Diduga Kebal Hukum, Bea Cukai Jadi Macan Ompong

SUMENEP, RN Aktivis jalanan  Emiel, S.H., mendesak Bea dan Cukai Madura  untuk segera menindak tegas rokok ilegal merek " Camelia"...

SUMENEP, RN

Aktivis jalanan  Emiel, S.H., mendesak Bea dan Cukai Madura  untuk segera menindak tegas rokok ilegal merek " Camelia" yang diduga milik Haji Yudik. pria yang dikenal dengan sebutan “Sultan ABJ" menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas dalam menindak pelanggaran hukum. 

Lemahnya pengawasan dari aparat penegak hukum dan Bea Cukai sehingga peredaran rokok ilegal merek "Camelia " semakin marak beredar hingga pelosok kecamatan di wilayah Kabupaten Sumenep, Pamekasan, dan sebagian Bangkalan.

"Kami menduga ada oknum yang bermain mata dengan para pengusaha rokok ilegal ini. Jika tidak, bagaimana mungkin rokok ilegal bisa beredar begitu bebas dan luas di pasaran?" tanyanya Aktivis jalanan Emiel, S,H.

Beberapa pihak bahkan menilai Haji Yudik seolah kebal hukum karena Bea dan Cukai Madura Jadi Macan Ompong dan dianggap tidak berdaya atau mandul dalam melakukan penindakan terhadap rokok

Sumeber tersebut  menuntut Bea Cukai untuk segera melakukan razia terpadu dan menangkap para pengusaha, distributor, dan pengecer rokok ilegal merek Camelia ini. Jangan biarkan mereka terus merugikan negara dan mengancam keberlangsungan industri rokok legal," tegas Emiel, S.H.

Merek rokok "Camelia" yang diduga miliknya terus beredar luas, meski sejumlah gudang dan pabrik yang berkaitan justru tidak menunjukkan aktivitas produksi.

tidak hanya dikenal sebagai pemilik merek Camelia yang tidak berpita cukai, namun juga mengelola sejumlah gudang yang hanya digunakan untuk menebus pita cukai, tanpa proses produksi aktif.

“Yang mencurigakan, beberapa gudangnya itu tidak beroperasi, tidak produksi. Tapi mereka tetap menebus pita cukai. Cukai jalan, padahal rokoknya entah dari mana. Ini jelas patut diduga sebagai modus,” ujar Emiel,S.H.

Kondisi ini menjadi tamparan keras bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Jika benar terjadi penyalahgunaan fasilitas pita cukai oleh pabrik non-produktif, maka negara telah dirugikan dua kali: pertama dari potensi pengemplangan pajak dan kedua dari rusaknya sistem pengawasan.

“Kalau Bea Cukai masih diam, maka patut diduga ada pembiaran, bahkan kolusi. Tidak mungkin pengusaha bisa seleluasa itu menebus pita cukai tanpa kegiatan produksi kecuali ada yang tutup mata,” Kata Emiel.

Dari data analisis Radar Metro Nesw jika satu bungkus rokok ilegal berisi 20 batang dijual Rp10.000, dan satu dus berisi 10 bungkus, maka dalam satu pengiriman bisa mencapai ribuan batang. Dengan hitungan kasar cukai sekitar Rp1.200 per batang, potensi kerugian negara dari satu pengiriman bisa mencapai puluhan juta rupiah.

Aktivis dan masyarakat berharap aparat tidak tinggal diam. “Jika benar ini milik H. Yudik, maka sudah waktunya dia diperiksa. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah,” tutup Emiel.

Namun hingga berita ini diturunkan, upaya konfirmasi kepada H. Yudik melalui sambungan telepon masih kesulitan.( dy)